UPTD. TAMAN BUDAYA : ARUPA-ANONYMITY OLEH KOMUNITAS SENI CANDHAKA

Seni Topeng kini bukan semata bagian dari ragam ekspresi pertunjukan, atau malah sebatas benda kerajinan, namun bisa diselami lebih dalam guna melihat fenomena kekinian masyarakat kita. Peragaan seni virtual kali ini mencoba memberikan perspektif baru tentang “Topeng”, baik tertaut lokalitas dan kekayaan tradisi di Bali hingga situasi global saat ini—dimana teknologi informasi, digital, dan media sosial telah menjadi bagian tak terelakkan dari setiap sisi kehidupan manusia. Setiap tapel atau topeng memiliki aneka bentuk atau wajah, mencirikan watak atau karakter khas. Lewat berbagai lakon pertunjukan, sosok di balik topeng-topeng tersebut hadir dan mengada sebagai “tokoh” atau “sang diri”, namun sekaligus pada saat yang sama juga meniada. Sosok-sosok yang seolah memiliki Rupa, seketika juga menjadi A-Rupa.
Dalam representasi yang lain, melalui ruang digital dan media sosial, siapapun bisa hadir dengan ‘persona’ atau ‘topeng wajah’ apa saja. Baik akun fiktif maupun akun selebritas dunia maya memperoleh eksistensinya dengan memainkan citraan tokoh terpilihnya, semua bisa jadi “tokoh publik”. Melalui topeng atau persona tersebut, mereka memenuhi dorongan untuk hadir dan mengekspresikan diri, justru dengan menyembunyikan sosok ‘dirinya yang lain’ atau menjadi anonim. Atau, sekelompok hacker (peretas) dunia maya yang menamakan diri mereka “anonimus” atau “anonymous” muncul sebagai sebuah gerakan kolektif yang memiliki ciri khas topeng bergambar sosok berkumis yang menyeringai, dikenal dengan topeng “guy fawkes”—konon berasal dari gambaran fiktif dalam sebuah novel dan film. Namun demikian, boleh dikata simbolisasi tersebut sesunguhnya tidak secara jelas dapat dirujukkan pada tokoh atau gender tertentu.