Translate

April 24, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

4. Dasar Falsafah (Philosophical Basic)

DASAR FALSAFAH MONUMEN PERJUANGAN RAKYAT BALI

Monumen ini merupakan perwujudan dari Lingga dan Yoni. Lingga adalah Lambang Purusa (pria), sedangkan Yoni adalah Lambang Pradana (wanita). Pertemuan antara kedua unsur tersebut merupakan simbol kesuburan dan kesejahteraan. Selain falsafah Lingga-Yoni. Monumen ini juga dilandasi oleh falsafah kisah Pemutaran Mandara Giri (Gunung Mandara) di Ksirarnawa (Lautan Susu). Kisah ini bersumber dari Kitab Adi Parwa yaitu parwa pertama dari epos Mahabharata. Diceritakan bahwa para Dewa dan Daitya/Raksasa mencari Tirta Amertha (air kehidupan abadi) dengan jalan memutar Gunung Mandara di Ksirarnawa.

Adapun pelaksanaan pemutaran Gunung Mandara (Mandara Giri) diatur sebagai berikut.

  1. Kura- Kura (Akupa) sebagai Dasar Gunung Mandara.
  2. Naga Besuki sebagai Tali Pengikat dan Pemutar Gunung.
  3. Para Dewa memegang ekor naga dan para daitya memegang bagian kepala, sedangkan pada bagian atas dari gunung duduk Dewa Ciwa.

Setelah bekerja dengan susah payah memutar gunung mandara maka berturut-turut keluar: Ardha Candra (bulan sabit), Dewi Sri dan Laksmi, Kuda Ucaisrawah (kuda terbang), Kastuba Mani (pohon kebahagiaan), dan yang terakhir keluar Dewi Dhanwantari yang membawa Tirta Amertha. Kisah mencari air Amertha inilah yang kemudian direfleksikan pada wujud monumen ini, dengan penjelasan sebagai berikut:

  1. Guci Amertha disimbolkan dengan Swamba (periuk) yang terletak pada ujung atas monumen.
  2. Ekor Naga Basuki diwujudkan di dekat periuk.
  3. Kepala Naga diwujudkan pada Kori Agung.
  4. Bedawang Nala (Akupa) sebagai landasan monumen terletak pada pinggiran telaga dan kepalanya pada Kori Agung.
  5. Ksirarnawa (lautan susu) sebagai kolam yang mengelilingi monumen.
  6. Gunung Mandara (Mandara Giri) sebagai Bentuk keseluruhan bangunan monumen.

Secara filosofis, para penggagas monumen ini berkeinginan memberi pesan kepada generasi muda bahwa perjuangan untuk mencapai suatu keberhasilan hanya dapat dilakukan dengan kerja keras, tekun, ulet, dan gotong royong seperti yang dikisahkan ketika para Dewa dan Daitya secara bersama-sama mencari kehidupan abadi.

Lambang lain yang menggambarkan kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) yang terdapat dalam bangunan ini adalah denah bangunan yang berbentuk segi 8 dan bunga teratai yang berdaun delapan. Teratai berdaun delapan disebut Asta Dala sebagai lambang kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang disebut Asta Aiswarya, yaitu:

  1. Anima :    sifat yang halus bagaikan kehalusan atom.
  2. Lagima :    sifat yang ringan bagaikan ether.
  3. Mahima :    sifat yang maha besar mengisi semua tempat.
  4. Prapti :    sifat mencapai segala tempat yang dikehendaki
  5. Prakamya :    segala kehendak tercapai olehNya.
  6. Isitawa :    sifat merajai segala-galanya dan paling utama.
  7. Wasitwa :    sifat yang paling berkuasa.
  8. Yatrakama Wasayitwa :    tidak dapat ditentang sifat dan kodratNya.

Lambang yang menggambarkan nilai kejuangan dan jiwa nasionalisme dari monumen ini adalah jumlah anak tangga Kori Agung (pintu utama) berjumlah 17 buah, Tiang Agung yang terdapat dalam gedung berjumlah 8 buah, dan tinggi monumen dari dasar sampai puncak 45 meter. Sehingga apabila angka-angka tersebut dirangkai, maka tersusun angka 17, 8 dan 45 yang menunjukkan tanggal, bulan dan tahun Proklamasi Kemerdekaan RI yaitu 17 Agustus 1945.

THE PHILOSOPHICAL BASIC OF THE MONUMENT OF BALINESE STRUGGLE

This monument is an embodiment of lingga and yoniLingga is male symbol (purusa), while yoni is female symbol (pradana). The meeting between the two elements is a symbol of fertility and well-being. In addition to the Lingga-Yoni philosophy, this monument is also based on the philosophy of the Mandara mountain screening (Mandara Giri) in ocean of milk (Ksirarnawa). This story comes from the Adi Parwa book, the first chapter (parwa) of the Mahabarata epic. It is said that the gods and giants (daitya) sought the water of eternal life (tirtha amertha) by turning around Mandara mountain in the ocean of milk. The implementation of the screening of mount Mandara is regulated as follows:

  1. Turtles (akupa) as the base of mount Mandara
  2. Besuki Dragon (Naga Besuki) as a strap and turning mount.
  3. The gods hold the dragon’s tail and the daitya hold the head, while at the top of the mountain sits God Shiva.

After working with great difficulty turning the Mandara mountain then successively came out: crescent (Ardha Chandra), Goddess Sri and Laksmi, flying horse (kuda Ucaisrawah), tree of happiness (Kastuba Mani), and the last came out Goddess Dhanwantari who brought Tirta Amertha. The story of searching for Amertha water is then reflected in the shape of this monument, with the following explanation:

  1. The earthen pitcher containing tirta amertha was symbolized by a kind of pot (swamba), which is located on the top of the monument.
  2. Naga Besuki’s tail is realized near the pot.
  3. The head of the dragon is manifested in the entrance gate (Kori Agung).
  4. Turtle (Bedawang Nala/ akupa) as the foundation of the monument is located on the edge of the lake and its head on Kori Agung.
  5. The pond that surrounds the monument as the symbol of Ocean of milk (Ksirarnawa).
  6. Mandara mountain (Mandara Giri) as the overall shape of the monument building.

Philosophically, the initiators of this monument wish to give a message to the younger generation that the struggle to achieve success can only be done with hard work, perseverance, and mutual cooperation as told when the Gods and Daitya together seek eternal life.

Another symbol depicting the power of God Almighty (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) contained in this building is a building plan in the shape of an octagon and an eight-leaf lotus. The eight-leaf lotus is called Asta Dala as a symbol of the omnipotence of God Almighty called Asta Aiswarya, namely:

  1. Anima :    the mildness nature like atom.
  2. Lagima :    the lightness nature like ether.
  3. Mahima :    the great nature that fills all places.
  4. Prapti :    the nature of reaching all desired places.
  5. Prakamya :    all wills are achieved by Him.
  6. Isitawa :    the nature of dominating everything and the most important One.
  7. Wasitwa :    the most powerful character.
  8. Yatrakama Wasayitwa :    His nature and His will cannot be challenged.

The symbol of patriotism and nationalism can be found in the 17 number of foot steps towards the main entrance, 8 main pillars of the building and the height of the monument is 45 meters. If these figures are strung together, the numbers 17, 8, and 45 are arranged which show the date, month, and year of the Proclamation of Indonesian Independence, August 17, 1945.