Translate

April 20, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Workshop Patung – 10 Juli 2019

Patung Tradisi, Roh Gumi Bali

Ini kali pertama workshop Patung Tradisi diselenggarakan di PKB (Pesta  Kesenian Bali). Tampil sebagai pembicara I Ketut Mustika selaku dosen ISI (Institut Seni Indonesia) Denpasar dan Tjok Udiana Nindhia Pemayun selaku praktisi.

Workshop  berlangsung di kalangan Angsoka, Taman Budaya, Denpasar, Rabu siang (10/7). Tak banyak memang peserta yang ikut workshop ini. Walau begitu yang hadir dari berbagai kalangan. Mulai anak muda hingga orang dewasa, bahkan ada yang dari luar Bali.

Mustika mengakui  dari tahun ke tahun seniman patung tradisi semakin berkurang. Itu disebabkan karena hak cipta karyanya dibeli dan diproduksi mahal oleh pembeli hak cipta. “Selain itu karena juga patung tradisi tergeser oleh teknologi yang makin canggih seperti handphone dan lainnya. Anak muda lebih senang teknologi canggih dibanding seni patung tradisi,” ulas Mustika. Mustika mengingatkan, sebenarnya dengan makin meredupnya patung tradisi itu akan merugikan Bali. Menurut Mustika itu terjadi karena Bali tersohor ke dunia tidak hanya karena keindahan alamnya, tetapi juga karena budaya patungnya. “Sebenarnya patung tradisi itu merupakan roh gumi Bali yang membuat Bali semakin hidup,” terang Mustika.

Sementara itu Tjok Udiana Nindhia Pemayun  mengingatkan saat membuat patung tradisi, seorang seniman harus hati-hati. Itu perlu diperhatikan  karrena energy di badan patung  dapat saja beda dengan energy  di alat yang digunakan. “Kalau salah dapat menimbulkan hal yang tidak diinginkan. Misalnya cedera,” tutur Tjok Udiana. Selain itu Tjok Udiana juga mengingatkan masyarakat agar tidak asal memotong pohon yang hidup. Ini bukan hanya berlaku untuk membuat patung tradisi, melainkan juga untuk semua hal. “Hati-hati memotong pohon yang hidup, karena di dalamnya ada bayu atau energy,” pesan Tjok Nindia.

Walau tak banyak yang hadir, tetapi pertanyaan-pertanyaan bernas mengalir lancer. Seorang peserta sempat menanyakan bagaimana cara membuat taksu pada patung tradisi. Pertanyaan itu mendapat tanggapan dari Mustika. “Taksu dapat dikejar  bila penegerjaan karyanya sesuai pakem,” tegas Mustika.

Sembari dialog antara pembicara dan peserta, sepanjang workshop beberapa anak muda mendemonstrasikan cara pembutan patung tradisi di antara meja pembicara dan tempat duduk peserta.

Regenerasi Joged Bumbung

Sementara itu sore harinya,  di pangung Madya Mandala, Taman Budaya, Denpasar , dipentaskan joged bumbung. Joged bumbung, Rabu sore (10/7) ini menampilkan sekaha Joged Karya Remaja Sari Mekar, Duta Kabupaten Buleleng.

Kali ini joged bumbung menampilkan lima sesi penari tampil. Tari pertama yakni Tari  Puspa Arum yang menampilkan penari, Ni Luh Made Fitri Yudistuti, S.Pd. Setelah itu tampil penari joged, Komang Erni Sri Wahyuni menarikan Tri Puspa Winangun. Menyusul kemudian Kadek Lina Damayanti menarikan tari Nara Kusuma. Ada juga Kadek Desi Widyasari yang menarikan tari Sekar Jepun. Penampilan joged kali ini agak berbeda dengan penampilan joged sebelum-sebelumnya selama PKB (Pesta Kesenian Bali) ke-41 tahun 2019. Kali ini sekaha Joged Karya Remaja Sari Mekar menampilkan sesi kelima dengan menampilkan penari joged pemula sebagai regenerasi. “Tarian joged sesi kelima ini untuk regenerasi dan ditarikan secara massal  tiga orang penari,” jelas pembina tabuh dan tari sekaha Joged Karya Remaja Sari Mekar, Ketut Jingga. Ketiga penari belia yang tampil bersamaan itu adalah Komang Trisna Wulandari,  Komang Ayu Pratimia Herli dan Kadek Budi Artini (*).