Translate

April 26, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Gong Kebyar Lansia & Kebyar Anak anak – 10 Juli 2019

Kejenakaan Kakek-Nenek dan Sang Cucu Di Ratna Kanda

Apa yang terjadi jika kakek-nenek satu panggung dengan sang cucu yang masih duduk di Taman Kanak-Kanak (TK)? Yang terjadi adalah gelak tawa karena kelucuan tingkah polah ataupun karena faktor kelupaan.

Itulah yang terjadi di kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya, Denpasar, Rabu siang (10/7). Gelak tawa itu mengiring pementasan Gong Kebyar Sekaha Gong Lansia Werdha Merdangga Sandhi, Yayasan Pembangunan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan dengan Sekaha Gong Kebyar Taman Kanak-Kanak Kumara Swara Pascima IGTKI, Kecamatan Denpasar Barat, Duta kota Denpasar. “Maklum namanya anak-anak. Mereka penuh semangat dan tidak mau digantikan walau sakit. Apalagi tingkah anak-anak memang seperti itu. Terkadang lucu,” ujar Ketua IGTKI (Ikatan Guru Taman Kanak-kanak Indonesia) kecamatan Denpasar Barat, Ni Made Sundri S.Pd.

Anak-anak TK yang tergabung dalam Sekaha Gong Kebyar Taman Kanak-Kanak Kumara Swara Pascima IGTKI, Kecamatan Denpasar Barat, menampilkan tiga garapan. Ketiga garapan itu, tabuh ‘Ambek Cita Kumara’ yang menunjukkan tingkah laku anak-anak yang lucu dan terkadang tidak memperhitungkan apapun. Ada juga garapan tari kreasi ‘Kumara Wana Giri’ yang menceritakan sekelompok anak yang menari dengan menggerakan jemarinya  mengikuti gerakan pohon yang tertiup angina. Garapan ketiga berupa dolanan anak-anak dengan lakon ‘Majukungan’. Permainan tradisional ini mengunakan  kelopak pinang yang dimainkan dengan cara seorang anak duduk di atas kelopak pinang, kemudian seorang lagi menariknya. Tentu saja adegan ini menimbulkan gelak tawa karena kelucuan anak-anak yang bermain. “Untuk garapan tarinya dibimbing langsung sama guru-guru TK sendiri. Untuk tabuhnya baru ada pembinaan dari provinsi (Dinas Kebudayaan provinsi Bali –red),” terang Sundri sembari menyebut beberap guru yang terlibat sebagai penata tari seperti Putu Lasmini, S.Pd bersama Ni Putu Puspa Puspitawati, S.Pd. dan  Ni Ketut Alit, S.Pd. “Guru-guru TK yang membina tari ini memang dengan sabar membimbing anak-anak sehingga bisa tampil seperti ini,” tutur Sundri.

Menurut Sundri, anak-anak TK yang terlibat dari pementasan ini dari sekolah-sekolah TK yang ada di kecamatan Denpasar Barat. Mereka berlatih sejak bulan Februari sekitar lima bulanan. “Tantangan yang utama soal dana. Untungnya orang tua setia mendukung anak-anak dengan mengantarkan saat latihan. Mereka ini anak-anak yang menang-memang lomba di kota yang tampil,” papar Sundri. Menyebutkan ada 15 sekolah TK yang terlibat dalam pementasan.

Sementara itu Sekaha Gong Lansia Werdha Merdangga Sandhi, Yayasan Pembangunan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan menampilkan dua garapan yaitu tabuh  Pat Gari. “Tabuh Pat Gari ini merupakan barungan gamelan Gambuh atau Semarapagulingan yang ditranfer dalan sebuah komposisi,” terang Kordinator Sekaha Gong Lansia Werdha Merdangga Sandhi, Yayasan Pembangunan Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, I Made Kara dalam releasenya.

Garapan kedua adalah sendratari Ramayana yang menceritakan perjalanan kehidupan sang Rama dan Sinta. Ceritanya diangkat dari kitab Ramayana tentang kisah Sinta diculik dan dibawa ke Alengka oleh Rahwana. Ada adegan lucu yang membuat penonton tersenyum. Adegan ketika Hanoman masih bertarung dengan para raksasa dari Alengka. Ketika Hanoman masih bertarung dengan seorang raksasa tiba-tiba muncul sang Rama. Tetapi kemudian langsung balik lagi ke belakang panggung ketika melihat Hanoman masih bertarung dengan seorang raksasa. Adegan cepat itu membuat sebagian penonton tersenyum dan tertawa kecil. Itu karena sang Rama agak lupa kapan harus masuk. Yah, maklum sudah umur atau lansia kata orang. Jadi penonton dapat menerima kesalahan itu sembari tersenyum (*).