Translate

April 26, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Tari Narnir, Sekaa Nirmala Sarwada, Desa Tegalalang, Kec. Tegalalang, Duta Kabupaten Gianyar. Kalangan Angsoka, Taman Budaya Bali – Jumat 12 Juli 2019, 11.00 wita.

Cahaya Regenerasi Tari Rekonstruksi di Desa Taro

“Mereka ingin belajar nika makanya tiang tidak terlalu sulit mengembangkannya, anak-anak nika tingkat kesulitannya itu yang ingin mereka tahu,” tutur Ni Kadek Ewik Jayanti selaku pembina Tari Narnir pada Jumat siang (12/7) di Kalangan Angsoka, Taman Budaya, Denpasar.

Siang itu, tak hanya Tari Narnir yang ditampilkan pada Kalangan Angsoka. Setidaknya terdapat tiga tarian hasil rekonstruksi (termasuk Tari Narnir) yang menjadi suguhan menjelang berakhirnya Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019. Dua tari lainnya yakni Tari Goak Ngajang Sebun dan Tari Legong Taro yang merupakan tarian asli ciptaan maestro asal Desa Taro, Alm Ketut Cemil. “Ini adalah tari kuno yang diangkat kembali, tari ini asli Taro Kaja, maestro juga asli Taro Kaja, tiang sebagai pembinanya langsung kasih tarian ini dari mereka kecil sekitar umur 8 tahun sampai sebesar ini masih aktif,” papar Ni Kadek Ewik Jayanti. Sebagai pembina Tari Narnir, Goak Ngajang Sebun, dan Legong Taro, Ewik terlebih dahulu melakoni proses rekontruksi ketiga tarian khas Desa Taro itu. “Waktu tahun 2013 nika mulai merekonstruksi bersama Alm Ketut Cemil, mengingat, mencatat, hingga mencari penari kita lakoni bersama dan juga penabuh lingsirnya,” tutur Ewik.

Sekaa Nirmala Sarwaada, Banjar Taro Kaja, Desa Taro, Tegalalang, Gianyar ini berdiri pada tahun 2010. Tiga tahun kemudian, tepatnya tahun 2013, turut serta tampil dalam PKB, yang kala itu membawakan tari hasil rekonstruksi yang prosesnya memakan waktu sekitar tiga bulan lebih. Hingga pada hari ini, sekaa ini pun kembali dipercaya untuk menampilkan hasil rekonstruksi enam tahun lalu itu dalam ajang PKB tahun 2019. Ketiga tarian ini memiliki kesan magis didalamnya. Utamanya yakni Tari Legong Taro yang dapat membuat penarinya lemas dan tak sadarkan diri seusai menarikannya. “Unsur mistis ada, setiap mau pentas nunas taksu biar rahayu, setiap tarian ini banyak kaitannya tentang Desa Taro,” jelas Ewik sedikit berbisik. Benar saja yang dikatakan Ewik, seusai Legong Taro dipentaskan, seketika itu juga para penari terkulai lemas dan tak sadarkan diri. Para mangku yang dibalut busana serba putih tampak gesit memercikkan tirta ke penari hingga akhirnya tersadar kembali. Gerakan Tari Legong Taro sendiri terbilang ekstrim. Dalam posisi berdiri, penari langsung ngelente (kayang) dan itulah yang membuat remaja di sekitar Desa Taro ingin mempelajari tarian ini.

Sebelum penampilan Legong Taro yang mistis, terlebih dahulu disajikan sebuah tabuh pembuka bertajuk Tabuh Taruktuk yang terinspirasi dari kemampuan burung pelatuk dalam mematuk kayu hingga membentuk sarangnya. Kemudian, Tari Pendet dihadirkan sebagai ucapan selamat datang kepada para penonton dan barulah tari rekonstruksi pertama yakni Tari Goak Ngajang Sebun, dimana Alm. Ketut Cemil terinspirasi dari kehidupan sepasang burung gagak yang tengah membuat sarangnya sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan magisnya Tari Legong Taro dan diakhiri dengan Tari Narnir yang terinspirasi dari gerak narnir (kupu-kupu) yang lincah berterbangan dengan indah. Kini, Ewik dan sang suami yakni I Made Dodi Antara sangat serasi dalam melestarikan keberdaan tiga tarian unik ini. Ewik sebagai pembina tari dan sang suami, Dodi sebagai pembina tabuh senantiasa bersemangat dalam meneruskan tarian dan tabuh ini kepada generasi muda. “Zaman modernnya niki muncul kuno lagi, mereka tertarik mendalami igelan (tarian) kuno, angselnya, gamelannya, dan ini kebetulan gamelannya turun temurun dari desa tiang, satu set niki namanya keramen,” jelas Ewik. Tarian ini pun sudah diakui keberadaannya oleh Dinas Kebudayaan, sehingga Ewik dan Dodi kian getol untuk membuat cahaya regenerasi tari rekonstruksi di Desa Taro kian terang benderang (*).