Translate

April 20, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Parade Topeng Prembon, Sanggar Cemeti Mas, Desa Melinggih Kelod, Kec. Payangan, Duta Kabupaten Gianyar. Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya Bali – Senin 8 Juli 2019, 11.00 wita.

Topeng Prembon Duta Gianyar Perlu Perhatikan Lawakan

“Lawakannya agak mengacu ke porno dialognya lebih ke arah itu,” ujar pengamat seni Topeng Prembon, I Wayan Suharta mengkritisi garapan Topeng Prembon Duta Kabupaten Gianyar yang tampil di Kalangan Ratna Kanda, Taman Budaya, Denpasar, Senin siang (8/7).

I Wayan Suharta sebagai seorang pengamat Parade Topeng Prembon Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 mengaku ada permasalahan dalam sesi dialog lawakan Topeng Prembon Gianyar. Rata-rata setiap akan memulai dialog, para penampil menggunakan topik yang tak pantas dipertunjukkan dalam sebuah panggung pementasan. Sebab, dalam pementasan yang berlangsung sejak pukul 11.00 wita ini, tak sedikit para penonton yang berusia belia. Meski mengundang tawa, namun tetap saja dalam berkesenian perlu memperhatikan etika. Gianyar yang diwakili oleh Sanggar Cemeti Mas Payangan Gianyar ini menampilkan sebuah garapan Topeng Prembon bertajuk Ki Baru Pas. Kisah tersebut menyajikan sebuah cerita tentang permasalahan saat pra pelaksanaan upacara pernikahan yang akan digelar oleh I Gusti Ngurah Pacung Oka dengan Gusti Ayu Pacung. Konflik yang dihadapi berupa tidak ditemukannya sebuah keris yang digunakan sebagai Nigas Tikar.

Akhirnya keris itu dapat ditemukan dan merupakan anugerah dari Sang Hyang Paramawisesa, dimana pusaka tersebut bernama Ki Baru Pas. Setelah keris tersebut berhasil ditemukan upacara pernikahan pun dapat berlangsung dengan lancar. Menurut keterangan dari pemimpin Sanggar Cemeti Mas Payangan yakni Made Sudira, bawasannya selama proses latihan telah terjadi tiga kali perombakan pemain. “Sudah mengajarkan untuk persiapan PKB, ternyata mereka tidak mampu, jadi kita copot lagi, cari lagi,” jelas Sudira. Topeng Prembon adalah suatu hal yang baru bagi para siswa Sudira, sebab mulanya sanggar yang telah dikelola selama 10 tahun itu hanya berfokus pada seni tari dan karawitan saja. Sudira pun tak menampik betapa sulitnya melatih generasi muda untuk menanamkan pakem Topeng Prembon ini. Diantara sekian pakem, bagi Sudira penanaman dialog Bahasa Bali yang memiliki jenjang adalah hal tersulit. “Penguasaan bahasa mereka susah, Bahasa Bali itu kan bertingkat dan kapan saat yang tepat menggunakan itu mereka tidak paham,” jelas Sudira. Meski demikian, the show must go on (pertunjukkan haruslah tetap berlangsung) dan pada akhirnya para penampil berhasil menuntaskannya.

Selain persoalan lawakan yang cukup fatal, permasalah lainnya terletak pula pada durasi saat melawak yang lepas kendali. Saat berhasil melucu, penampil tak dapat memberhentikannya dan sesi melawak pun terus mengulur durasi garapan. Sehingga permasalahan pun merembet ke bagian durasi garapan yang menjadi tak berkesudahan. “Alur ceritanya terlalu panjang perlu dipepatkan lagi dan pada dialog inovasinya lebih dimatangkan,” pesan Suharta (*).