Translate

April 23, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Jaranan Wayang Wong (JARWO), partisipasi Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Blitar. Kalangan Ayodya, Taman Budaya Bali – Minggu 30 Juni 2019, 19.30 wita.

Partisipasi Kabupaten Blitar

Kolaborasi Jaranan dan Wayang Wong

Orang bilang kini era kolaborasi. Kolaborasi merasuk ke segala sektor. Tak terkecuali di bidang seni. Kolaborasi seni Jaranan dan seni tradisi Wayang Wong alias Jarwo menjadi andalan partisipasi kabupaten Blitar yang pentas di Kalangan Ayodya, Taman Budaya, Minggu malam (30/6).

Kesenian Jarwo menurut  Penata Iringan pementasan Kesenian Jarwo dari Kabupaten Blitar, Galih Robibinur menuturkan bahwa kesenian Jarwo merupakan kolaborasi kesenian daerah Jaranan dengan seni tradisi Wayang Wong. ““Sebetulnya kita angkat dari wayang orang, lalu kita padukan dengan spirit tradisi dari kota Blitar yaitu Jaranan.  Jadi kita singkat JARWO. Singkatan dari Jaranan Wayang Orang. Itu kolaborasi kesenian dari daerah Jaranan, yang digabungkan teater tradisi dari wayang orang,” terang Galih saat ditemui sebelum pementasan partisipasi kabupaten Blitar dalam Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-41 tahun 2019.

Masih menurut Galih, selama ini kesenian Jaranan biasanya berdiri sendiri. Wayang Orang juga berdiri sendiri. “Yang menariknya dari kita karena potensi juga ada, Sumber  Daya Manusianya juga ada, kita mencoba untuk berkolaborasi. Istilahnya itu menggabungkan supaya kesenian-kesenian tradisi yang tadinya surut dan sedikit diminati hanya beberapa pihak, jadi nanti harapannya setelah dikolaborasikan bisa lebih diterima di masyarakat,” papar Galih. Menurut Galih tidak hanya diterima oleh masyarakat, besar harapannya juga dapat diterima seniman. Karena menurut Galih,  ada daya tarik tersendiri yang mungkin belum pernah ada. Sehingga ia dan sanggarnya mencoba untuk memperbaharui lagi. “Merasakan memberikan warna baru lagi untuk dunia kesenian tradisi,” tutur Galih.

Pada penampilan kali ini menurut Galih sanggarnya yakni Sanggar Patrialoka mengangkat lakon ‘Bayu Pramana. Lakon ‘Bayu Pramana” mengisahkan tentang Bima yang berniat mencari kesempurnan hidup kepada guru Drona. Sang guru menyuruh Bima untuk mencari pusat angina ke Hutan Tribasara di lereng Gunung Reksamuka. Di tempat itu, Bima justru bertemu dan membebaskan dengan Hyang Guru dan Hyang Indra dari kutukan. Keduanya mengatakan bahwa kayu Gung Susuhing  angin  tidak ada di tempat itu. Maka kembali Bima atau Bratasena menemui sang guru Drona. Lagi-lagi guru Drona menyuruh Bima mencari tirta amerta mahening suci di dasar samudera Minankalbu. “Perintah guru runa sebenarnya sangatlah dipengaruhi oleh keinginan Duryudana  untuk menghabisi Bratasena. Tetapi karena kesungguhn dan bakti Bratasena atau Bima terhadap sang guru, justru mempertemukannya dengan Dewa Ruci atau Sang Maha Sejati di dasar samudera. Dia mendapat wejangan ilmu kesempurnaan. Bhima memang tidak mendapatkan ilmu kesempurnaan dari guru Drona, tetapi karena kepatuhannya pada perintah gurulah yang membawanya mencapai kesempurnaan,” beber Galih.

Pementasan yang disutradari Albert Yonathan Prasetya dengan penata artistic Andik Rudianto ini mampu memuaskan penonton yang datang ke PKB malam itu.

 

 

Dalang Anak Duta Badung

Pada saat bersamaan dengan pementasan Jarwo, di depan Gedung Kriya diselenggarakan pementasan Lomba Wayang Kulit Parwa Dengan Dalang Anak-Anak. Minggu malam (30/6) yang tampil adalah duta kabupaten Badung. Dalang anak yang tampil adalah I Gusti Ngurah Gede Sastrawan dari Sanggar Seni Sri Kembang, Br. Bindu, desa Mekar Bhuana, Kec. Abiansemal, Kabupaten Badung.

Lakon yang ditampilkan “Kembang Sugandhika”. Kisah ini tentang usaha Bhima untuk mendapatkan bunga yang sangat harum yang bernama “Kembang Sugandhika”. Bunga yang sangat disukai oleh Drupadi. Dalam perjalanan Bhima bertemu dengan Hanoman yang menghalangi. Sempat terjadi peedebatan. Hanoman menjelaskan kalau mereka berdua bersaudara karena putra dari Sang Hyang Bayu. Hanoman menjelaskan kalau Kembang Sugandhika hanya ada di taman milik Sang Hyang Kuwera . Untuk mendapatkannya sangat sulit karena dijaga raksasa sakti. Bima kemudian berangkat tanpa memperdulikan halangan itu. ia dapat dapat menaklukan raksasa sakti tersebut. Sang Hyang Kuwera murka mengetahui hal itu. Atas penjelasan dari Sang Hyang Bayu bahwa Bima akan marah dan dapat menghancurkan nirwana bila tidak mendapatkan bunga itu, maka Sang Hyang Kuwera mengijinkan Bima untuk memetik ‘Kembang Sugandhika”. Selaku pembina dalang sekaligus ide cerita, I Made Mertha (*).