Translate

April 18, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Giliran Tabanan dan Gianyar Tampilkan Gong Kebyar Legendaris

DENPASAR – Setelah Sekaa Gong Candra Pangan Desa Sibanggede, Badung dan Sanggar Karawitan Bungan Dedari ISI Denpasar tampil pada Senin (20/6/2022), kini giliran Sekaa Gong Abdi Budaya Banjar Banjaranyar, Desa Parean Kangin, Kecamatan Baturiti, Tabanan dan Sekaa Gong Gunung Sari, Desa Peliatan, Kecamatan Ubud, Gianyar yang tampil di Parade Gong Kebyar Legendaris Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV Tahun 2022 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali (Art Center), Selasa (21/6/2022) malam. Keduanya menjadi primadona bagi penonton yang menyesaki bangku di Ksirarnawa.

Koordinator Sekaa Gong Abdi Budaya Tabanan, I Wayan Tusti Adnyana mengungkapkan, untuk tampil di parade Gong Kebyar Legendaris, Sekaa Gong Abdi Budaya melibatkan generasi kedua yang tersisa masih dua orang dan sisanya merupakan generasi ketiga. Tusti menjelaskan, karena parade bertema legendaris maka pihaknya mendatangkan generasi kedua yang tersisa meski sudah lanjut usia. Dijelaskan, generasi pertama Sekaa Gong Abdi Budaya dibentuk tahun 1960-an, sedangkan generasi kedua tahun 1980-an, dan generasi ketiga mulai tahun 2009.

“Sesuai dengan tema legendaris, kami hadirkan generasi kedua yang masih tersisa dua orang. Bahkan jalannya ada yang dipapah. Kira-kira usianya 75 tahunan. Untuk tampil kali ini, kami posisikan beliau berdua di barisan belakang,” ungkapnya sembari menyebut masih ada satu orang penari legendaris yang masih hidup, namun sudah lama tinggal di Denpasar.

Untuk tampil kembali diakui memang ada sedikit kendala, terutama dalam penyatuan rasa. Sebab penabuh generasi kedua yang sudah lanjut usia sedikit lemah dalam hal tenaga, sementara generasi ketiga memerlukan gambaran tentang pola tabuh di masa lampau yang pernah membawa Sekaa Gong Abdi Budaya berjaya pada masanya.

“Menyatukan rasa memang agak sulit karena generasi kedua kemampuan tangannya sudah agak berkurang. Jadi saya pasang generasi kedua itu di barisan belakang. Justru generasi ketiga yang saya pasang di barisan depan, karena tekniknya masih bagus dan masih segar,” tutur Tusti Adnyana.

“Akan tetapi, untuk menampilkan legendaris ini kami bertanya pada generasi kedua bagaimana pola tabuhnya, kita jadikan narasumber. Generasi kedua yang paling tahu sebenarnya, sedangkan generasi ketiga yang mengeksekusi,” jelasnya.

Ada empat sajian yang ditampilkan Sekaa Gong Abdi Budaya, di antaranya Tabuh Kreasi Sapta Bhuana yang diciptakan pada tahun 1971 oleh Gusti Bagus Suharsana, Tari Oleg Tamulilingan yang diciptakan oleh I Ketut Mario pada Tahun 1952, Tabuh Kreasi Abdi Budaya yang diciptakan oleh Gusti Bagus Suharsana pada tahun 1971, dan Tari Truna Jaya yang diciptakan oleh I Gede Manik dari Desa Jagaraga Buleleng pada Tahun 1915.

Tusti menjelaskan secara singkat, berdasarkan informasi dari I Made Biodana (Kelian Gong 1967-1999) menyebutkan, Gamelan Gong Kebyar yang berada di Banjar Anyar, dulunya dimiliki oleh salah satu warga di Banjar Pesanggaran, Pedungan, Denpasar Selatan atas nama Mangku Wayan Sena. Gamelan yang dimiliki oleh Mangku Wayan Sena sempat ditanam di Pura Petasikan Penepisiring, Pesanggaran, Pedungan dengan tujuan agar gamelan tidak dirampas oleh penjajah Belanda.

Setelah gamelen tersebut lama tertanam, timbulah niat dari Mangku Wayan Sena untuk menjual gamelannya dan informasi tersebut sampai ke masyarakat Banjar Anyar. Dengan adanya informasi tersebut, masyarakat Banjar Anyar mengadakan rapat banjar dan setuju untuk membeli gamelan tersebut.

Mangku Wayan Sena dengan masayarakat Banjar Anyar kemudian melakukan perjanjian tertulis yang hasilnya, mulai tahun 1942 gamelan tersebut menjadi milik masyarakat Banjar Anyar. Gamelan yang dibeli waktu itu masih berbentuk barungan gamelan Bebarongan dan di Banjar Anyar, gamelan ini dilebur dan diperbaharui kembali untuk dijadikan barungan Gamelan Gong Kebyar.

Pada saat itu, hanya instrument Gong gantung saja yang tidak di lebur, alasan masyarakat melebur barungan gamelan Bebarongan tersebut adalah untuk kepentingan dalam upacara adat atau agama, contohnya agar Gamelan tersebut bisa digunakan untuk memainkan gending atau tabuh Lelambatan yang memerlukan tambahan oktaf dari gamelan Bebarongan tersebut.

Sampai saat ini masyarakat Banjar Anyar, Perean Kangin, sangat mengusung tinggi adat, budaya, dan tradisi yang sudah diberikan oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa dan diwarisi oleh leluhur terdahulu. Salah satu unjuk nyata masyarakat setempat, yaitu nyungsung Ratu Gede dalam wujud Gong Kebyar. Ratu Gede merupakan gamelan yang disucikan oleh masyarakat Banjar Anyar dan salah satu sungsungan masyarakat Banjar Anyar yang sama kedudukannya dengan tapakan yang berwujud Barong, Rangda, dan Pratima. Ratu Gede dipuja oleh masyarakat banjar Anyar sebagai dewa kesenian yang dipercaya akan memberikan Taksu kepada masyarakatnya yang menekuni dunia seni.

Sedangkan Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan, Ubud merupakan salah satu grup kesenian lengendaris ini tak bisa dilepaskan dari perannya mempromosikan budaya Bali di kancah dunia sejak Tahun 1930-an. Awal berdirinya Sekaa Gong Peliatan dengan media gamelan gong kebyar diprakarsai oleh Alm. Anak Agung Gede Ngurah Mandera yang didampingi oleh Alm. I Made Lebah, Alm. I Gusti Kompiang Pangkung beserta anggota-anggota lainnya.

Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan mementaskan Tabuh Pisan Lelambatan dengan genre lelambatan pepanggulan serta menggunakan sistem kolotomi pegongan dan struktur tabuh yang pendek (pegongan pisan). Selanjutnya menyajikan Tari Kebyar Trompong yang dilanjutkan dengan Tari Kebyar Duduk. Karya tari ini diciptakan oleh Alm. I Ketut Marya (Mario) yang memiliki daya spontanitas, kelenturan dan keluwesan gerak tubuh, yang dilakukan dalam posisi duduk sambil dengan lincah dan ekspresifnya memainkan instrumen terompong.

Pada penempilan berikutnya, menyajikan Tabuh Kapiraja, yang menggambarkan keagungan dan kewibawaan Sang Raja Kera (Sugriwa) dengan dinamika yang kompleks sebagai cerminan situasi dan kondisi pada masa awal abad ke-19. Diakhir pertunjuukannya menyajikan, Tari Oleg Tambulilingan. Tari ini diciptakan Alm. I Ketut Marya dengan menggunakan konsep koreografi Ballet dengan materi gerak Bali. Tari ini menggambarkan seekor kumbang yang terbang mengitari bunga seakan memuji keindahan, kecantikan, dan keharumannya.

Selanjutnya penampilan Tari Kebyar Terompong disambung dengan tari Kebyar Duduk. Uniknya, ada pertemuan tiga generasi penari Kebyar Duduk Peliatan dalam satu panggung. Pertama, Anak Agung Oka Dalem menarikan Tari Kebyar Terompong yang masih serumpun dengan Tari Kebyar Duduk. Lalu, dilanjutkan oleh Anak Agung Gde Bagus Mandera Erawan menarikan bagian awal dari Tari Kebyar Duduk yang kemudian diteruskan oleh I Made Putra Wijaya selaku generasi muda penerus yang menarikan Tari Kebyar Duduk sampai akhir.

Penempilan Tari Kebyar Duduk tiga generasi itu bagaikan sebuah konsep kehidupan yang selalu berbicara tentang masa lalu, masa kini, untuk kemudian mempersiapkan diri dalam menyongsong masa depan. “Begitulah konsep regenerasi yang dilakukan oleh para seniman seni pertunjukan Peliatan, yang selalu bersinergi dalam menjaga warisan dari kecerdasan masa lampau para tokoh seniman pendahulu,” kata Wayan Pacet Sudiarsa selaku Ketua Lembaga Seni Natya Sani Desa Peliatan sekaligus penabuh Sekaa Gong Gunung Sari. Terakhir ditampilkan Tari Oleg Tamulilingan.

Sekilas tentang Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan, I Wayan Pacet memceritakan diawal abad ke 19, Sekaa Gong Peliatan yang sekarang dikenal dengan nama Sekaa Gong Gunung Sari Peliatan, juga mengawali organisasinya dengan membentuk sekaa atau kumpulan orang yang gemar berkesenian terutama seni karawitan dan tari. Aktivitas awal yang dilakukan adalah ngelawang (seni pertunjukan keliling) dengan menggabungkan kesenian barong dan arja yang destinasinya sampai ke Bali Utara tepatnya di kota Singaraja.

Pada masa itu Singaraja merupakan pusat pemerintahan Hindia Belanda yang tentunya juga menjadi pusat perkembangan budaya Bali termasuk kesenian. Aktivitas sekaa ngelawang yang dilakukan sampai ke Singaraja, telah memberikan pengalaman tersendiri bagi seluruh anggota sekaa yang dalam perjalanannya banyak berjumpa dengan kesenian Bali Utara yang akhirnya menggugah hati anggota untuk membentuk sebuah seka yang lebih serius.

Bentuk kesenian Bali Utara yang menggugah hati anggota seka ngelawang Peliatan adalah kesenian gong kebyar. Kesenian inilah yang menjadi tonggak

Aktivitas latihan terus dilakukan dengan sepenuh hati oleh anggota sekaa. Seiring berjalan waktu dari aktivitas berkesenian, dipertemukanlah sekaa ini dengan para seniman dari seluruh Bali sehingga terjadi akulturasi budaya antara budaya Peliatan-Gianyar dengan daerah lainnya. Berbagi atau sharing pengalaman yang bermuara pada penyempurnaan ide atau gagasan revolusionerpun terjadi yang kemudian membuahkan karya-karya seni tabuh dan tari yang sampai saat ini masih bisa kita nikmati.

Peristiwa besar pertama yang membesarkan nama Sekaa Gong Peliatan adalah adanya undangan dari Pemerintah Hindia Belanda untuk tampil di World Colonial Exposition Paris pada tahun 1931 untuk memainkan karya-karyanya. Penampilan di Paris inilah yang menjadikan Seka Gong Peliatan semakin di kenal di Bali dan di kalangan masyarakat dunia. Sekembalinya Seka Gong Peliatan dari di Paris, dibentuklah suatu kesepakatan untuk membeli seperangkat gamelan dengan setiap anggota yang berjumlah 25 orang menyisihkan uang saku selama 3 bulan di Paris untuk biaya pembuatan gamelan. Kemudian disepakati Gunung Sari sebagai nama dari seka gong ini.

Berbekal pengalaman luar biasa dalam mengemban misi kesenian ke Paris, semangat berkesenian Seka Gong Gunung Sari Peliatan semakin membara. Aktivitas latihan secara konsisten dilakukan sehingga karya-karya baru terus tercetus. Salah satunya adalah tari Oleg Tamulilingan yang konsepnya mengikuti pas de deux, atau tari duet, tari Ballet. Tarian ini yang diciptakan dengan mengundang I Ketut Marya dan Pak Sukra (keduanya dari Tabanan) melukiskan tentang mekar ranumnya masa remaja yang digambarkan dengan seekor kumbang mengitari bunga bagaikan memuji keindahan dan keharuman bunga (Tambulilingan Ngisep Sari).

Karya tari ini sampai sekarang masih bisa kita nikmati, begitu juga dengan karya-karya yang lainnya yang seakan tidak lekang oleh waktu. Perjalanan serta pengabdian terhadap kesenian yang dilakukan oleh Seka Gong Gunung Sari terus berlanjut, sampai melanglang buana ke beberapa negara di dunia. Berikut adalah deretan tour yang pernah dilakukan oleh Seka Gong Gunung Sari Peliatan sejak tahun 1931 sampai 1998. Tour Paris (1931), London (1932), Amerika (1952), Perancis (1953), membuat autobiografi dengan BBC London (1968), Australia di Melbourne, Sidney, dan Canberra (1971), Amerika di kota Mexico (1981), Amerika di kota LA, New York, Washington DC, dan Chicago (1996) serta tour Eropa negeri Paris, Jerman, Belanda, Belgia, dan Swiss (1998).

Begitulah setiap melahirkan karya baru para tokoh seniman Peliatan selalu membuka diri terhadap segala bentuk perkembangan sehingga terjalin hubungan-hubungan dengan para kreator seni di berbagai daerah di Bali. Para seniman Peliatan bersinergi dan secara jujur serta tulus iklas berkarya demi khasanah seni budaya Bali yang kemudian diwariskan kepada generasi penerus.*