Translate

April 19, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

“Bhasma Stanangga” Kolaborasi Sanggar Seni Petak Cemeng dan STAHN Mpu Kuturan

Bagi yang menyaksikan Sesolahan (Pegelaran) Seni Sastra “Bhasma Stanangga” dalam Channel Youtube Dinas Kebudayuaan Provinsi Bali pasti akan kagum dibuatnya. Karya seni yang disajikan dari hasil kerjasama Sanggar Seni Petak Cemeng dan Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri (STAHN) Mpu Kuturan Singaraja, tak hanya mengutamakan nilai estetis dalam penggarapannya, tetapi juga sarat makna. Generasi muda yang berbakat dalam bidang seni menjadikan ajang ini ruang kreativitas, serta menjadikan media mengungkap sastra warisan leluhur yang memang adiluhung.
Sesolahan Seni Sastra “Bhasma Stanangga” sudah ditayangkan mulai, Senin 22 Pebruari 2021 mulai pukul 17.00 Wita. Jika ada yang ingin menyaksikan kembali, tinggal buka link https://youtu.be/ADWd1cTCHs8 pasti bisa menemukan sebuah pesan yang dibalut dengan karya seni yang astistik. Konseptor I Putu Ardiyasa, M.Sn. tampak lihai menggali ide yang kemudian diangkat kedalam seni pertunjukan. Ia yang berperan sebagai dalang memiliki konsep yang padu dengan penata gerak I Gusti Ayu Desy Wahyuni, S.Sn., M.Pd.H dan Ni Wayan Juli Artiningsih, S.Sn., M.Sn serta satu rasa dengan penata tabuh Kadek Bayu Indrayasa, S.Pd. M.Pd dan I Kadek Anggara Rismandika, M.Sn. termasuk satu ide dengan penata vokal Made Reland Udayana Tangkas, S.S., M.Hum.
Konsep karya seni sastra “Bhasma Stanangga” yang berdurasi 30.2 menit ini berpijak pada karya sastra warisan leluhur yang adiluhung, yaitu Bomakawya, Geguritan Sucita Subudi dan Sarasamuscaya. Karya ini menggunakan konsep garap Fragmentari Cinematic yang dikolaborasikan dengan garap pakeliran (wayang). Fragmentari Cinematik berfokus pada metode pengambilan gambar pada ekspresi penari dan suasana yang dibangun dalam adegan oleh tokoh dan musik iringan. Walau demikian, tetap menonjolkan kesan emosional dalam seni pertunjukan yang tetap menggunakan nilai-nilai tradisi, seperti bahasa, gerak dan busana. Semua itu kemudian dikemas dengan visual lampu dan properti sesuai dengan perkembangan seni pertunjukan.
Adapun kisahnya, berawal dari usaha untuk menjaga dan melestarikan hutan, sebagai warisan yang maha utama dalam kehidupan ini. Boma lahir sebagai simbol tumbuh-tumbuhan dari persenggamaan antara Bhatara Wisnu dan Hyang Pertiwi dalam wujud raksasa. Boma diberikan anugerah kekuatan yang sakti tanpa terkalahkan oleh Bhatara Brahma untuk menguasai tiga dunia (Bhur, Bwah, Swah). Boma dengan anugerah Brahma divisualisasikan dalam wujud candi kurung. Itu sebagai bagian dari kehidupan dan memperkuat warisan alam semesta serta agar mampu memberitahu kemahakuasaan alam semesta dengan cara menjiwai dan menstanakan spirit Boma, seperti Bhasma (Anugerah Bhatara Brahma) di dalam jiwa.
Walau garapan seni ini menggunakan iringan dengan metode music Midi dengan aplikasi Frutie Loop (FL), namun tetap mampu memberikan jiwa dalam setiap adegan. Musik ini juga mendukung suasana, sehingga orang yang menyaksikan seakan larut dibuatnya. Dua gerong Ni Luh Novita Sari dan Ni Putu Juni Aristawati dengan suaranya yang lugas, mampu memberikan jiwa dalam setiap tokoh. Dalang dengan vokal yang lugas mempertegas setiap makna yang ingin disampaikan. Apalagi, dikuatkan dengan kostum dari setiap pemain, sehingga pesan dalam cerita itu dengan mudah bisa diterima para penikmatnya. Kampus Mpu Kuturan sebagai tempat syuting juga mendukung suasana. (*)