Translate

April 19, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Topeng Prembon “Puseh Katiagan” Kisahkan Perselisihan Danghyang Dwijendra VS Dalem Waturenggong

DENPASAR – Sanggar Seni Dharmawangsa, Puri Satria Kawan, Desa Paksebali, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung menampilkan Rekasadana (Pergelaran) Topeng Prembon dengan lakon “Puseh Katiagan” Serangkaian Pesta Kesenian Bali (PKB) XLIV Tahun 2022 di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali, Kamis (7/6/2022). Lakon yang ditampilkan mengisahkan perselisihan antara Danghyang Dwijendra dan Dalem Waturenggong.

AA Gede Mayun Dharmika, Ketua Sanggar mengungkapkan, Danghyang Dwijendra atau dikenal dengan nama Danghyang Nirartha merupakan pengelana Hindu yang tenar sekitar tahun ke-16 Masehi (1486). Di awal kehadirannya di Bali, Danghyang Dwijendra juga dijuluki Peranda Sakti Wawu Rawuh oleh masyarakat.

Danghyang Dwijendra yang berstana di Desa Mas, Gianyar sangat tenar. Hampir semua masyarakat Bali kala itu ingin menimba ilmu kepadanya karena dikenal sangat sakti. Penguasaan Jnana Yoga dan Jnana Srwana yang sempurna, membuat Danghyang Dwijendra mampu memprediksi apa yang terjadi di masa depan, bahkan mampu menebak isi kepala orang lain.

Hal inilah yang membuat Raja Bali Ida Dalem Waturenggong yang berstana di Gelgel, Klungkung tertarik menjadi murid atau sisya Danghyang Dwijendra. Raja Waturenggong, lanjut Mayun Dharmika, lantas mengutus orang kepercayaannya di istana, Patih Dauh Bale Agung Panulisan menemui Danghyang Dwijendra di Desa Mas. Waturenggong berpesan agar Danghyang Dwijendra bersedia datang ke Istana Gelgel. “Namun sampai batas waktu yang ditentukan, patih dan Danghyang Dwijendra tidak kunjung datang,” jelas Mayun Dharmika.

Setelah melakukan investigasi, masih menurut Mayun Dharmika, Waturenggong menyimpulkan bahwa Patih Dauh Bale Agung Panulisan telah mengkhianati dirinya. Itu disebabkan karena sang patih didiksa terlebih dahulu lalu menjadi sisya tetap Danghyang Dwijendra. “Lalu raja (Waturenggong) ‘ngambul’ ke Padang Bay. Dia merasa marah dan kecewa. Di pantai padang Bay di memancing dan berburu di sekitar hutan. Namun tidak satu binatang buruan pun didapatkan,” imbuhnya.

Di sisi lain, Danghyang Dwijendra dengan jnana-nya telah mengetahui Raja Waturenggong ‘ngambul’ ke Padang Bay. Ia beserta Patih Dauh Bale Agung Panulisan segera menyusul raja. Sesampainya di Padang Bay, Danghyang Dwijendra menanyakan sebab musabab kejengkelan raja. “Padahal beliau (Danghyang Dwijendra) sudah mengetahui semua,” kata Mayun Dharmika.

Sang raja pun berkilah kejengkelannya disebabkan karena tidak satupun berhasil menangkap hewan buruan di hutan dan gagal total menangkap ikan di laut. Akhirnya Danghyang Dwijendra menunjukkan kesaktiannya. Sisa daun sirih yang dikonsumsinya dilempar ke laut. Seketika ikan-ikan bermunculan ke tepi laut. Danghyang Dwijendra juga membuang sirih ke hutan, dan, seketika juga seluruh binatang bermunculan. “Saat itulah beliau disebut juga Sang Rare Anggon,” pungkasnya.*