Translate

April 24, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Tim Kesenian Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Disambut Antusias Pengunjung Festival Kelayang 2 Belitung

Nada-nada itu dimainkan dengan lirih,  alunan tembang klasik merasuk hingga ke suksma. Penonton yang mulanya sedikit,  tiba-tiba datang lebih banyak dan lebih banyak lagi. Mereka tampak serius, tak banyak bicara karena menikmati getrar nada yang menghidupkan ekpresi gerak para penari. Itulah penyajian Tim Kesenian Dinas Provinsi Bali pada Festival Tanjung Kelayang 2 Kabupaten Belitung, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung,  Minggu (17/11). Pawai Pelangi Nusantara ini dihadiri oleh Kepala Bidang (Kabid) Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Ni Wayan Sulastri mewakili Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali, dan Asisten 2 Bidang Ekonomi Pembamgunan Jasagung Ariadi, M. Si,  Asisten 3 Bidang Pembangunan Mirang Uganda,

Sekretaris Dinas Pariwisata Anita, Kepala BNN serts beberapa anggota DPRD Jabupaten Belitung.

Dalam penyajian itu, Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bekerjasama dengan Sanggar Gumiart didukung Pengak Men Mersi yang menampilkan  garapan “Lango Sudhaning Koripan’, Keindahan sebagai Sarana Ruatan Sang Jiwa dan Tari Bala Bali Dwipa, sebuah garapan berjalan (pawai). Karya seni pertunjukan ini didukung oleh 6 penari, 9 penabuh dan 1 penari yang juga memainkan alat gamelan terompong.

Kesuksesan penampilan ini , didukung oleh tiga penggarap seni yang sangat apik. Mereka adalah Kadek Wahyudita selaku penggagas dan konsep karya,  I Gede Gusman Adhi Gunawan selaku koreografer dan Wayan Sudiarsa yang akrab disapa Pacet berperan sebagai komposer. “Atas undangan Kepala Dinas Pariwisata Belitung ini, Tim Kesenian Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menyajikan seni pertunjukan yang terbaru, inovatif dan penuh makna serta didukung oleh para seniman muda yang kreatif,” kata Kepala Bidang (Kabid) Kesenian dan Tenaga Kebudayaan Ni Wayan Sulastri yang memimpin tim kesenian Bali itu.

Kali ini, jelas Kabid Sulastri, tim kesenian Dinas Kebudayaan Bali tampil di dua acara yaitu Parade Pelangi Budaya dan Pentas Seni Budaya Daerah. Keterlibatan Bali dalam ajang seni budaya ini sebagai langkah untuk lebih memperkenalkan kesenian Bali kepada masyarakat luas, utamanya masyarakat Belitung. Ikut dalaam ajang ini juga sebagai upaya mempromosikan Bali. “Festival ini merupakan even nasional yang Top 100 Calender of Events Wonderful Indonesia 2019,

sehingga sangat strategis bagi Bali. Selain dapat berpromosi, nantinya akan ada saling kunjung mengunjungi, ajang saling tukar budaya. Kami berharap Belitung juga akan tampil di Bali, baik dalang ajang Pesta Kesenian Bali, atau event lainnya,” imbuhnya.

Disamping sebagai pertukaran budaya, jelas Kabid Sulastri maksud dan tujuan mengikuti festival ini untuk memberikan motivasi kepada semeton (warga) Desa Balitung yang merupakan warga transmigrasi asal Bali. “Keikutsertaan tim kesenian Bali ini juga untuk memotipasi semeton kita yang ada di daerah transmigrasi agar tetap bersemangat mempertahankan nilai-nikai budaya unik serta kearipan lokal agar tetap lestari. Kami berharap semeton Desa Balitung tetap menjaga warisan para leluhur,” ujanya.

Kepala Bidang (Kabid) Pemasaran Pariwisata Kabupaten Belitung, Rohili mengatakan, Festival Tanjung Kelayang 2 yang digelar lima hari (15 -19 November menampilkan 35 tim kesenian dalam acara pawai dan sebanyak 36 grup yang tampil dalam pementasan seni. Peserta yang tampil,  juga melibatkan tim kesemian luar daerah. “Untuk tahun ini melibatkam tim kesenian dari Depok, Jawa Barat dan Bali. Karena itu, konsep yang diangkat dengan tema “Pesona pelangi”,” ujarnya.

Rohili menegaskan, Festival Tanjung Kelayang 2 masuk dalam Top 100 Calender of Events Wonderful Indonesia 2019 ini memang mengharapkan parsipasi dari luar daerah, termasuk Bali. “Dengan kehadiran Bali ini, festival ini akan menjadi surprise besar. Bali bukan tempat pariwisata nasional,  tetapi sudah internasional. Kami sangat bangga,  Bali itu destinasi besar, retapi mau datang ke wilayah kami yang kecil  untuk memeriahkan Festival Tanjung Kelayang 2 tahun 2019,” katanya senang.

Menurutnya, festival yang masuk 100 top festival nasional ini akan diliput oleh media lokal dan nasional, sehingga dengan tampilnya Bali diharapkan dapat menaikan greet Belitung sebagai destinasi. “Hadirnya Bali,  Pamor Tanjung Kelayang akan lebih terangkat. Kedatangan tim Bali untuk pertama kali ini, semoga berlanjut pada kedatangan festival tahun ketiga nanti, ” harapnya ramah.

Jujur,  lanjut Rohili, masyarakat Belitung sangat antosias dengan kehadiran tim kesenian dari pulau dewata ini. Masyarakat belitung adalah hitrogin yang menerima unsur budaya dari mana saja.  Apalagi Bali, masyarakat Belitung sangat mengagumi Bali sebagai pariwisata, memiliki seni menarik dan budaya unik. “Lihat saja, antosias masyarakat Belitung ketika menyaksikan penampilan tim Bali dalam festival 2019 ini. Masyarakat Belitung juga banyak yang berwisata ke Bali. Animo masyarakat Belitung untuk berwisata sangat tinggi. Apalagi ke Bali,” ungkapnya.

Ketua PHDI Kabupaten Belitung, I Wayan Suta mengaku senang dan bangga atas partisipasi tim kesenian Provinsi Bali ini. Kehadiran tim Bali ini sangat penting yang merupakan inspirasi untuk memajukan kesenian Bali yang ada di Kabupaten Belitung, sehingga dapat  menunjang pembangunan pariwisata yang sedang digalakan pemerintah Belitung. Apalagi,  hal ini merupakan salah satu unggulan dari 10 destinasi nasional yang dicanangkan pemerintah pusat. “Atas nama lembaga parisada yang mengayomi warga umat Hindu di Kabupaten Belitung dan khususnya warga Hindu di Desa Balitung, kami  ucapkan terima kasih atas kedatangan rombongan kesenian Bali,” tegasnya.

Kelaki asal Pupuan, Tabanan ini mengatakan, pihaknya setiap saat dipanggil pemerintah daerah untuk menyambut kedatangan tamu pemerintah ataupun wusatawan yang ingin bersantai.  “Kami biasa didapuk untuk menyambut kedatangan tamu ke Belitung dengan menampilkan seni tari.  “Kami berharap kehadiran ini dapat memberi imvas keoada warga untuk mengeluti kesenian milik keluhurnya. Kami juga berharap kepada Bapak Gubermur Bali memberikan dukungan khususnya untuk mengirim pelatih seni tari atau tabuh agar kesenian Bali di Belitung bisa hidup dan berkembang dengan baik, ” harapnya.

Menurutnya, warga Hindu yang ada di Belitung,  khususnya di Desa Bakutung sangat antosias luar biasa, sehingga menyiapkan tempat latihan dan membantu melengkapi alat gamelan tim Bali. “Kami,  saat ini memiliki dua barungan gong kebyar,  satu set gamelan joged bumbung,  ada skaa santi,  dan kegiatan pasraman seni anak-anak. “Ksmi pernah berkolaborasi debgan kesenian asli di Belitung yaitu  Dul Muluk (seperti bondres di Bali) yang sebagian besar tampilan adalah ngelawak. Kami mengangkat cerita dan bahasa Belitung, lalu disajikan seperti bondres di Bali.  Ada topengnya juga, ” terang Suta senang.

Pak Ani, seorang jasa sewa kapal di Pantai Tanjung Kelayang mengatakan,  penampilan tim kesenian dari Bali ini benar-benar menyajikan atraksi seni yang inovatif. Selalu ada baru,  namun tetap menampilkan roh seni Bali. Dirinya sudah empat kali berwisata ke Bali,  dan menyaksikan pertunjukan seni yang tidak sama,  tetapi memikat. “Kami senang, karena masyarakat Belitung yang belum pernah ke Bali bisa juga menyaksikan seni budaya Bali, tanpa harus pergi ke Bali,” akunya senang.

Dalam Parade Pelangi Budaya, tim kesenian Bali menggebrak dengan garapan tari  “Bala Bali Dwipa” garapan ini memadukan gerak-gerak ritmik dan diiringi oleh musik gamelan Balaganjur, sebuah ensamble perkusi yang biasa digunakan untuk mengiringi prosesi berjalan. Para penari menarikan gerak’gerak wayang kulit yang biasa dimainkan oleh dalang, sehingga menjadi sangat klasik dan indah. Sajian seni berjalan ini mendapat aplaus dari  para pengunjung pawai yang diantaranya ada wisatawan mancanegara. Garapan pawai bagai pasukan/prajurit pulau dewata yang tangguh.

Pada petang menjelang malam,  tim kesenian Bali menampil garapan, Lango Sudhaning Koripan “Keindahan sebagai Sarana Ruatan Sang Jiwa” itu disajikan sangat indah dan menawarkan ide-ide baru yang kreatif. Garapan ini terinspirasi dari degradasi moral melanda dunia hingga titik kehancuran. Hal ini juga sesiuai visi Pemerintah Provionsi Bali yaitu Nangun Sat Kerthi Loka Bali, sebagai titik balik memandang dunia dari perspektif “Bali” masa depan mahasurgawi–dicipta untuk tujuan epistemik itu. Para penabuh menabuhkan musik dari seluruh disiplin ilmu, dan menarikan impian-impian cerdas menuju harmoni baru.

Garapan ini menyampaikan pemahaman tentang seni yang tidak hanya berfungsi sebagai alat pemenuhan rasa estetis manusia semata, tetapi juga dapat dijadikan sebagai media pengaduan kepada Sang Maha Pencipta, serta media untuk membangkitkan kesadaran untuk memahami kesujatian mikrokosmos dan makrokosmos. Tari ini menggunakan iringan gamelan Singapraga yang menghasilkan nada klasik,  manis  dan cendrung ilustrai, tetapi tetap ada aksentuasinya.

Garapan ini menggambarkan kegelapan dunia, tanpa ilmu pengetahuan. Sastra terus dibaca, dipelajari sehingga menemukan titik terang. Pendekatannya memahami diri sendiri (atma kertih) terlebih dahulu, baru kemudian dunia (jagat kerti). Cahaya dari ilmu pengetahuan itu disimbolkan lewat penari kipas berbentuk hiasan lontar. Komposer tampak jeli, walau minim alat namun memadatkan metode ritme, melodi dan modulasi, sehingga tidak terkesan monotun. Penari juga kreatif,  mula-mula menggunakan property kipas ental, tiba-tiba berhiaskan terompong dikepala sebagai simbol Dewi Saraswati merangkai ilmu pengetahuannya. Setelah ilmu datang, lalu menyebarluaskan ilmu kepada umatnya yang dugambarkan dengan menarikan wayang bergambar pis bolong (uang kepeng).

Bagian berikutnya, menyajikan seni yang sangat komunikatif, yaitu tampil sambil memberikan workshop. Tim kesenian Bali mengajak para penonton untuk ikut tampil belajar kesenian Bali, lewat penampilan seni kecak. Walau terkesan sangat sederhana, yaitu hanya belajar vokal cak…cak… namun para pengunjung begitu antosias. Banyak pengunjung yang mencoba,  walau tak beranjak dari tempat duduknya. Mereka mengikuti dan menirukan suara pemain cak diatas panggung.

Garapan pada bagian akhir, mengisahkan masyarakat yang telah memahami jagat kertih, merupakan perbaduan sasih ngapat dimana semua tumbuhan bermekaran. Seniman yang juga seorang petani, selalu menyajikan aktivitas seni sebagai cermin kegembiraan mereka. Ekspersi inilah yang disajikan. Ketika tanaman berbunga, berbuah, membuat hati mereka senang, sehingga ada imajinasi ekspresi berkesenian dengan menyajikan kesenian rakyat, seperti janger, kecak, genjek, yang dipadu dengan suara binatang. (*)