Translate

April 29, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Teater Angin SMA 1 Denpasar Sabet Juara Satu dari Lomba Musikalisasi Puisi Bulan Bahasa Bali V 2023

DENPASAR- Wimbakara (Lomba) Musikalisasi Puisi Bali serangkaian Bulan Bahasa Bali ke-5 di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya Provinsi Bali, berlangsung dua hari, 10-11 Februari 2023.


Teater Angin SMA 1 Denpasar sukses meraih juara I, disusul kemudian SMA I Kuta Utara dan Sanggar Komunitas Budang Bading Badung menempati juara II dan III. Penilaian dilakukan oleh tiga dewan juri itu, yaitu I Komang Darmayuda, S.SN.,M.Sn (Dosen ISI Denpasar), I Ketut Mandala Putra (Staf Balai Bahasa Provinsi Bali) dan Drs. I Made Suarsa S.U (Praktisi aksara, bahasa dan sastra Bali).


Peserta lomba musikalisasi kali ini sangat antusias. Hampir diikuti oleh peserta dari seluruh kabupaten/kota di Bali. Dari sebanyak 25 peserta yang terdaftar, hanya 23 peserta tampil menyajikan karya musik puisinya.
Dalam ajang lomba kali ini, kreativitas anak-anak muda dalam menyajikan musikalisasi puisi begitu tinggi. Aranseman puisi, olah nada, penggarapan musik dan penataan kostum tampak sangat baik. Ada pula sebagai peserta membawa property untuk mendukung tema, sehingga penampilan peserta musikalisasi ini, tak hanya menyajikan musik puisi yang indah, tetapi juga sebagai seni pertunjukan yang sangat menarik.
Hal ini membuktikan, perkembangan musikalisasi puisi semakin tahun begitu luar biasa. “Pada H-5, pendaftaran sudah ditutup karena peserta sudah mencapai 25 peserta yang tampil. Pembatasan peserta itu, mengingat waktu yang agar tidak terlalu panjang,” kata Kepala Bidang Sejarah dan Dokumentasi Kebudayaan Dinas Kebudayaan (Disbud) Provinsi Bali, Drs. AA Ngurah Bagawinata, MM.

Peserta yang tampil, memiliki jiwa seni dalam berkolaborasi lewat puisi. Hal itu, tak hanya membangkitkan kreativitas berkesenian mereka, tetapi juga mendorong mereka untuk mengerti aksara, bahasa dan sastra Bali. “Perpaduan seni inilah membuat anak-anak kita menjadi nyaman berkolaborasi antara seni dan mengenal sastra Bali. Kami berharap kedepan, adanya musikalisasi ini tak hanya diikuti para remaja saja, tetapi juga anak-anak sejak dini, sehingga dapat membumikan aksara, bahasa dan sastra Bali sejak dini,” harapnya.

Komang Darmayuda mengaku bangga, karena pesertanya lebih banyak dari lomba-lomba tahun kemarin. Bahkan, sudah banyak datang dari kalangan sekolah-sekolah, berbeda dengan sebelumnya yang pesertanya didominasi oleh komunitas-komunitas yang biasa mengikuti lomba. Perkembangan kemudian didominasi siswa SMA dan SMK. Kreativitasnya pun berbeda-beda. “Tetapi harus dimengerti. Musikalisasi puisi itu, suatu garapan yang khusus. Saya melihat, banyak peserta yang memusikalisasikan puisi itu, seperti lagi pop. Mungkin pengalaman dan apresiasinya yang kurang,” ungkapnya.

Peserta yang tampil tahun ini, tampaknya belum dapat melihat ataupun hanya menonton di you tube, sehingga nafas musikalissai belum dapat dirasakan. Kalaupun banyak menonton, tetapi kalau tak faham dengan musik, maka akan lebih susah lagi. “Maka itu, carilah orang yang mampu mengaransemen puisi yang baik. Musikalisasi itu bernada, tetapi tidak nge-pop, masih ada ref dan ngebit. Menggarap musikalisasi puisi itu ada bentuk tersendiri, pemecahan suara itu salah satu ciri khas musikalisasi puisi, karena itu untuk menambah keindahan harmoni vocal,” paparnya.

Kalau pada lomba tahun lalu, kebanyakan diikuti komunitas yang sering ikut lomba, sehingga lebih banyak yang bagus. Peserta, sekarang pun bagus juga, tetapi kebanyakan larinya ke pop, kostumnya juga kurang ditata. Padahal, kustum itu tak terlalu formal sesungguhnya, namun harus sesuai dengan judul puisi yang dibawakan. Bukan harus tampil dengan busana yang wah dan megah. “Mungkin saja, ini baru proses. Kalau lama-lama mungkin akan lebih mengena,” imbuhnya.

Walau semua peserta sudah tampil kreatif, tetapi cara membingkai kreativitas itu perlu didasari oleh logika dan estetika. Misal tema puisi tentang laut, lalu mambawa property kipas itu kurang pas. Lalu estetika, keindahan harus karya sastra. Artinya masih dalam bentuk garapan satra yang menampilkan spirit dari puisi dengan gaya musical. “Intinya mereka harus mengerti puisi itu, sampai dimana jeda dan berlanjut. Karena urutan kata-kata, lalu nyambung ke kata yang lain, semua itu perlu diinterpretasikan,” bebernya.

Karena itu, Komang Darmayuda mengusulkan perlu adanya workshop musikalisasi puisi. Walau dalam pelaksanaan Bulan Bahasa Bali sudah ada, namun itu perlu dilakukan langsung ke kantong-kantongnya. “Bila perlu, kita harus ke daerah-daerah memberikan workshop dalam rangka bulan bahasa ini, sehingga mereka bisa mengerti, lalu mencari pelatih yang memang bisa dan tepat. Bagamaan pun pintarnya menyanyi, tetapi yang mengaransemen lagu itu kurang faham, tyentu hasilnya juga akan kurang baik,” tegasnya.

Ketut Mandala mengatakan, kreativitas seluruh peserta memang tinggi, namun ada kecendrungan memunculkan deklamasi. Dinamika puitis itu ditafsirkan sebagai deklamasi puisi. Kelirunya lagi, malah semuanya menjadi deklamasi, bukan musikalisasi puisi, sehingga harmonisasi dengan musik tidak terjalin dengan baik. “Ini mungkin menjadi sebuah kandala dari peserta dalam mengaransemen puisi atau musik terlalu panjang sulit dipahami, sehingga lebih mudah dideklamasikan, bukan dibuat aransemen, seperti sebuah lagu,” ujarnya.

Melagukan puisi itu memang tantangan dalam muskalisasi puisi. Itu yang memang kurang dalam lomba kali ini. Pengetahuan tentang musik perlu menjadi reprensi yang memadai. Dalam musikalisasi itu ada deklamasi, itu memang tak apa-apa, tetapi bukan seutuhnya. Kalau 2 atau 3 baris saja, itu tak apa-apa. “Saya kamun dengan kreatifitas peserta, pemakain alat musik sangat bervarisasi, sehingg terlihat lebih inovatif,” ungkpnya.

Hanya saja, itu mesti disesuaikan dengan tema puisi. Karena, kali ini mengangkat tema lautan, laut diangap sebagai lebur mala, sehingga ada salah satu peserta yang membawa sampah plastic diikat tali plastic lalu dibentangkan melahirkan efek bunyi yang sangat indah. Disitu ada unsur teateral pertunjukan. Lalu, dari segi keutuhan penyajian juga menarik. “Jadi tak hanya sebuah musikalisasi puisi, tetapi ada pertunjukan teater, sehingga menjadi sajian musikalisasi puisi yang lebih indah,” sebutnya.

Kostum dan property yang dibawakan juga sangat menetukan garapan itu. Ini sebuah pertunjukan seni memakai propery itu sah-sah saja, asal tidak mengganggu penyajian saja. “Kami mengapresiasi kreativitas peserta, ada salah satu peserta membawa alat musik seperti kecapi itu sangat bagus. Di sana tidak yang saling meniadakan, sehingga semuanya saling mendukung. Bukan membawa musik jalan sendiri, sehingga tidak nyambung. Kami berharap kedepan bisa lebih memahami dari pada pengertian musikalisasi puisi itu. Musikalisasi puisi itu sebuah harmoni dari puisi dan karya musik menjadi sebuah lagu,” pungkas Mandala. (*)