Translate

April 16, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Selonding Kreatif Tugek Carangsari

DENPASAR- Garapan instrumental gamelan klasik, berupa selonding kreatif persembahan Sanggar Seni Tugek Carangsari, Duta Seni Kabupaten Badung tampil memukau, di ajang Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-44, Selasa (21/6). Bertempat di Kalangan Angsoka, Taman Budaya Provinsi Bali, konsep sajian selonding yang ditampilkan dalam satu garapan utuh itu, diperuntukan untuk menghormati tokoh maestro seniman topeng tugek Alm. I Gusti Ngurah Windia.

Pementasan yang menampilkan delapan orang penabuh, dua penari dan satu sendon ( nyanyian dalang) , mereka memainkan bilah-bilah selonding yang khas, hasil dari ekplorasi gamelan yang masuk katagori klasik dan sakral. Namun dalam garapan kali ini, selain perangkat selonding, juga dipadukan dengan alat musik berupa gamelan reong, suling dan satu buah gong gede.

Dari ruang eksplorasi yang diberikan itulah, sehingga penata karawitan I Kadek Putra Guna Wisnawa, dan I Gusti Ngurah Alit Supariawan, S.Sn, menghasilkan garapan utuh berjudul Manyelonding ( Manyolonte di Dalam Selonding ).

Menurut koodinator Alit Supariawan menjelaskaan garapan ini terinspirasi dari dialog Tupeng Tugek Carangsari yang diperankan tokoh Tugek Alm. Ngurah Windia. Dialog yang disampaikan sering membahas tentang air. “ Garapan ini merupakan balutan perpaduan antara energi air di bumi dengan mengalirnya energi taksu dalam pementasan topeng, laksana lakunya air itu sendiri,’ terangnya.

Sajian seni selonding kreatif ini berlangsung 45 menit, selain menabuh gamelan selonding, aktrasi garapan ini juga melantunkan tembang –tembang dengan lirik dari dialog Tugek. Sebagai wujud penghormatan kepada sang maestro, dalam pementasan tersebut juga dibawa tapel tugek serta foto alm. I Gusti Ngurah Windia. Penontonpun tampak larut, menikmati suguhan yang dibalut apik oleh penerus seniman Carangsari tersebut.

Alit Supariawan menambahkan, selonding yang dibawa merupakan seperangkat gamelan yang dimiliki Puri Carangsari. “ Gamelan selonding ini dibeli sekitar tahun 1990-an, namun karena ‘pelawahnya’ sebagian sudah rusak, gamelan selonding ini diperbaiki kembali, bagi kami kesempatan menampilkan selonding kreatif menjadi motivasi tersendiri dalam upaya pengembangan seni –seni klasik, tanpa meninggalkan pakem tradisi yang sudah diwarisi,’ ungkapnya. *