Translate

April 27, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Ngunda Bayu : Menari Tanpa Menguras Tenaga

Maestro tari topeng, Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST., MA melenggak-lenggokkan badannya di depan peserta workshop yang terkumpul di Kalangan Ratna Kanda, Art Centre, Minggu (16/6). “Saya goyang-goyang seperti ini saja sebenarnya di sini,” celetuknya disambut gelak tawa peserta.

      Begitulah suasana workshop yang bermaterikan ‘Ngunda Bayu dalam Seni Tari’ berlangsung dengan sangat luwes. Pasalnya, I Wayan Dibia, pemberi materi, yang ditemani seorang moderator, Dr. Ni Made Arsiniwati, SST, M.Si pada workshop kali ini memberi materi dengan sekaligus peragaan tari-tarian. Seperti tari Topeng Keras, Topeng Tua, Jauk ‘Bedahulu’, dan Mapang Barong. Ngunda Bayu adalah sebuah teknik rahasia dalam tari Bali dan juga diyakini harus dikuasai oleh seorang penari Bali. Sebab, Ngunda Bayu ialah pengaturan nafas untuk mengendalikan keluar masuknya tenaga tatkala menari. Salah satu caranya adalah dengan menyatukan setiap kalimat gerak dengan kalimat musik ketika menari.

Selain itu, Ngunda Bayu pula berarti teknik bergerak yang menuntut kesadaran penari terhadap tiga hal; mengatur keluar masuknya tenaga, mengatur penempatan, dan menentukan besar kecilnya tenaga yang diberikan. Ini dimaksudkan agar penari dapat menjaga konsistensi tenaganya hingga akhir tarian. Bila seorang penari Bali tanpa memahami teknik Ngunda Bayu, Dibia meyakini, menari akan menjadi sangat melelahkan. Dalam pengamatannya, ini yang sering terjadi pada penabuh-penabuh muda yang mengeluarkan tenaga di tempat-tempat yang tidak perlu.

“Sesungguhnya bila kita melihat struktur tari Bali itu, semuanya ngunda bayu. Tari barong misalnya, setelah barongnya duduk, di sana lah letak bapang barongnya munduhang bayu (mengumpulkan tenaga) untuk mesuang bayu (mengeluarkan tenaga)di bagian akhir. Begitu di akhir, mau dia mekecos (loncat), silahkan,” ungkapnya. Sampai pada akhir workshopnya, Dibia tetap menyelingi dengan gerak tarian topeng hingga barong. Sungguhlah ia mempraktikkan Ngunda Bayu pada saat itu juga. “Dengan Ngunda Bayu, menari akan menjadi peristiwa yang menyenangkan. Jika tidak, Tidak akan bisa menyenangkan dan menyehatkan penari itu sendiri, yang kita cari justru bagaimana menari ini menjadi obat bagi semuanya,” tutur Dibia.

Di sisi lain, ada juga Workshop “Seni Karawitan” Berbasis Alat Tiup yang dilaksanakan di kalangan Angsoka. Kali ini materi diisi oleh Dr. I Nyoman Astita, MA, dengan moderatornya, Dr. Kadek Suartaya, S.Skar., M.Si. Workshop ini diawali dengan penjelasan mengenai bayu yang kemudian berlanjut tentang sejarah alat musik dengan basis teknik tiup, hingga mengenai berbagai Gamelan Bali yang berbasis alat tiup. Peserta workshop cukup ramai dan antusias.

Selain workshop, ada juga lomba yang turut meramaikan pada pagi harinya. Yakni Lomba Merangkai Bunga dan Janur dengan Peserta TP PKK Kabupaten/Kota Se-Bali di Lantai Satu Gedung Ksirarnawa. Dari lomba ini, dibagi menjadi lima kategori, yakni  lomba Rangkaian Bunga Meja, lomba Banten Prayascita Sakti, lomba Ngulat Tipat, lomba Gebogan, dan lomba Gebogan Kreasi.  Lomba ini terdiri diikuti oleh peserta remaja di 8 kabupaten dan 1 kota di Bali. “Jadi PKK yang mengkoordinasi untuk memilih serta mengirim mereka (para remaja – red), ini tujuannya agar remaja ikut melestarikan budaya kita.” tutur Sri Utari Naradha, selaku ketua panitia. Adapun juara lomba Rangkaian Bunga Meja diraih oleh Kabupaten Gianyar. Pada Kategori Banten Prayascita Sakti dijuarai oleh Kabupaten Badung. Lalu, pada kategori Ngulat Tipat dijuarai oleh Kabupaten Klungkung. Kategori lomba Gebogan dijuarai oleh Kabupaten Badung. Terakhir, kategori lomba Gebogan Kreasi dijuarai oleh Kota Denpasar.