Translate

May 16, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Daa -Teruna Badung ‘Jayanti’ Lomba Ngwacen Aksara Bali

Keseriusan generasi muda dalam mencintai warisan leluhurnya, dapat dibuktikan dalam kegiatan Wimbakara (lomba) Ngwacen Aksara Bali (Membaca Aksara Bali) serangkaian Bulan Bahasa Bali IV di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Art Center, Provinsi Bali, Kamis (17/2/2022).

Para Daa-Teruna (Remaja) menyajikan kepiawaiannya membaca aksara Bali dalam lontar, tanpa diawali dengan belajar sebelumnya. Sebab, lontar sebagai bahan bacaan lomba itu diberikan diatas panggung setelah regestrasi melalui system pengundian.

Menariknya lagi, teks yang dibaca tidak sama antara satu peserta dengan peserta yang lainnya. Masing-masing peserta diberikan membaca dua lembar lontar (4 halaman) sesuai pengundian, sehingga kemampuan membaca aksara Bali betul-betul dimiliki oleh para peserta lomba. Dari 9 peserta yang merupakan perwakilan dari kabupaten dan kota di Bali itu, semuanya memiliki kemampuan membaca lontar. Buktinya, dengan waktu 10 menit diberikan panitia, semua peserta mampu menuntaskan tugasnya membaca lontar.

Lagi-lagi duta Kabupaten Badung berjaya di ajang ini. Daa – Teruna Kabupaten Badung mendulang juara I (Jayanti), kemudian disusula juara kedua ditempai Daa-Teruna Kabupaten Gianyar dan juara ketiga Daa Teruna Kota Denpasar.

“Ketika mereka mampu memahami kosa kata, kemudian intonasi dan pemenggalannya dibuat dengan bagus, sehingga menyimak dengan bagus maka secara otomatis geraknya akan menarik,” kata salah satu dewan juri, Prof. Dr. Drs. I Made Surada, M.A.

Dosen Universitas Hindu Negeri I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar itu kemudian mengakui, kemampuan para remaja membaca lontar itu ada peningkatan terus dari tahun sebelumnya. Ia sendiri mengamati secara langsung karena kebetulan tak pernah absen sebagai juri. Peserta sangat antusias dan terus belajar membaca aksara Bali, utamanya dalam lontar. Membaca aksara Bali di lontar dengan di tulis dalam buku itu berbeda. Missal dari bentuk hurup, kejelasan aksara, sehinga harus dipelajari untuk dapat melahirkan trik-trik sendiri bagi remaja untuk belajar.

Dalam wimbakara kali ini, para peserta membaca tentang Geguritan Gajah Para, yang menceritakan I Gusti Getas menghadap ke Raja Seleparang Lombok. Disitu terjadi penerimaan percakapan jalan cerita, sampai terjalinnya cerita yang sesungguhnya. “Ini membuktikan generasi muda sudah bisa membaca teks aslinya dalam lontar. Karena, sesungguhnya beda membaca tulisan bahasa Bali di lontar dengan di buku. Kalau di lontar itu tidak ada spasi dan terus berlanjut, sehingga anak-anak mesti peka terhadap kosa kata,” paparnya.

Syarat menjadi seorang pembaca lontar itu harus mengetahui dan mengerti pemahan khusus perbendarahaaraan kata atau kosa kata. Membaca lontar itu diperlukan kemampuan memahami bentuk-bentuk aksara di lontar. Sesungguhnya beda aksata “ha” dengan aksara “ta”, tetapi akan hampir mirip ditulis dengan pengrupak, sebab sulit memberikan tulisan itu agak lemuh. Misalnya lagi, aksara “ba” dengan aksara “nge” memang hampir mirip. “Maka disinilah dibantu oleh pemahaman kosa kata. Ngewacen aksara Bali itu harus bisa menyimak seperti yang ada dalam kriteria, seperti lomba,” ungkap Prof. Surada santai.

Setelah dewan juri menyimak kemudian mempertimbangan dengan kreteria, seperti keutuhan baca, ketepatan, intonasi, penampilan dan menyimak, maka para daa yang betul-betul piawai dalam membaca aksara Bali akhirnya terpilih. Dewan juri memilih Daa merupakan perwakilan dari Kabupaten Badung sebagai Jayanti (Juara) I, serta Kabupaten Gianyar dan Kota Denpasar sebagai Juara II dan III. (*)