Translate

April 29, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Gong Kebyar Dewasa Duta Kabupaten JEMBRANA. Selasa 2 Juli 2019.

Memuliakan Potensi Daerah dengan Garapan Seni

Parade Gong Kebyar Dewasa pada Selasa malam (2/7) kembali berlangsung di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya, Denpasar. Penampilan unjuk potensi daerah dalam balutan garapan seni dihadirkan oleh Kabupaten Jembrana dan Badung.

 

Setiap daerah di Bali memiliki potensi dan khasnya masing-masing. Itulah yang menjadi landasan para penggarap Gong Kebyar Dewasa untuk menyajikan kreasi baru. Pukul 19.30 wita, para penampil yang datang dari Sekaa Maheswara Jaya Pasti, Desa Perancak, Jembrana dengan Sekaa Gong Kebyar Dewasa Manggeh Jayengrat, Desa Munggu, Mengwi, Badung. Jembrana yang menjadi penampil pembuka membawakan sebuah Tabuh Kreasi Kekebyaran bertajuk Ngangsur. Dalam tabuh ini terdapat jeda-jeda yang sengaja dibuat sebagai simbolis dari filosofi ngangsur itu sendiri, dimana ngangsur memiliki folosofi nafas yang terengah-engah ditengah perjalanan hidup. Tari Kreasi Solah Ngrawit Bung Byog singkatan dari bumbung gebyog terdiri atas sebuah barungan gamelan alit yang terbuat dari bilah bambu, dimainkan dengan cara membenturkannya pada sebuah papan kayu. Sayangnya dalam penampilan ini, salah satu penari tak sengaja menjatuhkan bilah bambu yang ia mainkan dan cukup kentara oleh penonton. Garapan Sandya Gita Purwa Nirarta melukiskan sebuah legenda peristiwa terbentuknya Pura Encak yang lebih dikenal dengan nama Perancak. Hingga menuju pada garapan Tari Kreasi Kekebyaran ‘Purancak’ yang mengisahkan penguasa daerah Tanjung Ketapang yang dikuasai I Gusti Ngurah Rangsasa hingga akhirnya Dang Hyang Niratha menaklukan keangkuhan raja I Gusti Ngurah Rangsasa.

Badung pun tiba dengan Tari Kreasi Kekebyaran Manik Jihwa yang dilatih oleh I Nyoman Wija Widastra. “Ini sebuah bentuk apresiasi masyarakat Badung terhadap kemuliaan Raja Mengwi I Gusti Agung Made Alang Kajeng,” ujar Wija. Selepas tari kreasi kekebyaran, tabuh kreasi berjudul Pengalang Sasih digarap oleh I Wayan Widia yang mencerminkan perhitungan kalender Bali yang dituangkan dalam instrumen tabuh. Badung pun tak lepas dari tema Pesta Kesenian Bali ke-41 yakni Bayu Pramana yang memuliakan sumber daya angin. Lahirlah garapan sandya gita bertajuk Kotamaning Bayu yang liriknya kaya akan pemuliaan energi angin sebagai bagian dari anugrah Sang Pencipta. Penampilan Prana Bhava yang merupakan garapan Tari Solah Ngrawit memperlihatkan permainan tari dan musik. Menurut sang penggarap, A.A Gede Agung Rahma Putra alat musik yang dimainkan penari melambangkan filosofi masing-masing. “Suling sebagai lambang cinta kasih, kendang sebagai aktivtas dharma, dan terompong sendiri melambangkan melodi keagungan jagat raya,” jelas Rahma. Sejatinya, perlu pengaturan lebih lanjut terkait urutan setiap garapan. Beberapa penonton tampak berbisik dan saling tanya perihal setiap garapan yang tak berurut. Lebih baik garapan yang satu nafas seperti tabuh dengan tabuh, dan tari kreasi dengan tari kreasi agar lebih harmonis.

Janger Bangli

Sementara itu pada jam yang sama di Gedung Ksirarnawa, Taman Budaya, Denpasar, duta kabupaten Bangli menampilkan janger melampahan. Duta Bangli memainkan lakon ‘Sunda Upasunda’. Cerita ini menceritakan upaya raksasa kembar Sunda dan Upasunda yang tekun bertapa untuk mendapatkan kesaktian. Tetapi akhirnya tapa mereka tidak sepenuhny tercapai karena godaan bidadari dari kahyangan. Bahkan keduanya duel untuk memperebutkan sang bidadari.

Garapan ini menampilkan penari janger yang sebagian tergolong belia. Mereka berpadu dengan pemain-pemain berpengalaman untuk melampahannya. “ Memang anak-anak ini dasar tari masih pemula. Dan masih perlu banyak belajar untuk menghasilkan penampilan yang lebih baik. Walau begitu saya bangga dengan mereka. Karena mereka telah berani tampil dan telah banyak peningkatan dibanding waktu pembinaan dulu,” ulas pengamat seni, Dr. I Komang Sudirga, S.Kar., M.Hum.

Sudirga menghargai keberanian Sanggar Seni Maospait, Br. Pande, desa Tamanbali yang merupakan sekaa sebunan yang telah menggarap penari-penari belia untuk menampilkan janger di PKB (Pesta Kesenian Bali). Dalam catatan Sudirga beberapa hal yang perlu dibenahi kedepan adalah dasar-dasar tari sang penari, kemudian meningkatkan kemampuan penabuh dan sebaiknya tidak melibatkan penari yang belum remaja. “Karena janger itu kan sebenarnya seni pergaulan yang penuh romansa,” saran Sudirga (*)