Ni Pollok bersama dua orang temannya Made Sari dan Ketut Sekar sedang belajar menari Legong Kraton. Mereka bertiga tengah menghafal gerakan tari Legong Keraton yang dinamis namun rumit. Sebab tarian tersebut membutuhkan tenaga yang ekstra, karena durasi yang cukup panjang. Setiap hari mereka belajar menari seusai membantu orang tua di sawah, mengambil air di sungai untuk kebutuhan sehari-hari atau memelihara ternak seperti memberi pakan ayam, babi dan kerbau. Terutama Ni Pollok, ia bercita-cita menjadi penari yang handal dan memiliki taksu. Diceritakan selanjutnya sanggar di tempatnya berlatih akan memilih beberapa orang penari, untuk ngaturang ayah di pura yang tengah melaksanakan piodalan. Mendengar kabar tersebut Ni Pollok membulatkan tekad untuk latihan lebih keras, lebih disiplin dan lebih giat agar namanya menjadi penari terpilih tersebut.

Namun apa daya saat ia sedang menyelesaikan tugasnya di rumah, mengambil air di sungai dengan gerabah, Ni Pollok terpeleset sehingga kaki dan tangannya terkilir, cidera. Alhasil ia harus memendam keinginannya untuk menari di pura. Hal itu sangat menyakitkan hatinya,teman-temannya datang untuk menyemangatinya, masih ada tahun depan untuk menari di pura. Di tengah rasa bersedih itu rupanya ada seorang pelukis bernama Le Mayeur menjenguknya. Ternyata Le Mayeur sering melihatnya latihan menari, bahkan ia hendak menjadikan Ni Pollok seorang model lukisannnya. Sungguh kelimpungan Le Mayuer ketika Ni Pollok tidak ditemuinya di sanggar. Di sanalah pertemuan mereka Ni Pollok dan Le Mayuer. Saban hari Le Mayuer datang untuk menyemangati dan menghibur Ni Pollok agar tidak berkecil hati, bahkan sesekali ia membawa kanvas dan melukis di depan Ni Pollok.

By disbud