Translate

April 25, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Leak Ngalas Juara I Ngripta Cerpen Bulan Bahasa Bali

 

Antusias peserta yang meramaikan  ajang Bulan Bahasa Bali 2021, membawa angin segar. Terlebih animo tinggi untuk turut serta berpartisipasi dalam berbagai lomba atau wimbakara datang dari kalangan generasi muda. Seperti dalam lomba atau ngripta  cerpen bahasa Bali tahun 2021 dibanjiri peserta.

Panitia bulan bahasa Bali menerima   68 tulisan cerpen yang bersaing secara ketat yang dinilai oleh tim juri secara daring. Tim juri cipta cerpen adalah  I Gede Agus Darma Putra, S.Pd., M.Pd.B., Sastrawan, Made Sugianto, Sastrawan dan Putu Supartika, S.Pd. Sastrawan.

Sebagai pemenang pertama yakni I Putu Suweka Oka Sugiharta dengan nilai 1043. Selanjutnya pemenang kedua adalah I Wayan Wikana dengan nilai 1033 dan disusul pada posisi ketiga IGB Weda Sanjaya.

Sugiartha meraih juara pertama dengan cerpennya yang berjudul Leak Ngalas yang mengangkat kisah tentang seorang gadis bernama Putu Puspita yang bertemu dengan perempuan tua bernama Dadong Wangi.Dadong Wangi menjaga hutan yang ada di wilayahnya hingga berani mengorbankan keluarganya.

Namun oleh warga Dadong Wangi digosipkan bisa ngeleak. Pada akhirnya Dadong Wangi harus tewas dibakar hidup-hidup beserta hutan yang dijaganya oleh Nyoman Bontoan karena tak mau pergi dari hutan yang rencananya akan dibanguni villa.

Salah seorang Juri, I Made Sugianto mengatakan konflik yang terbangun dalam cerpen ini terjalin dengan rapi.Dan cerita pun diselesaikan dengan apik dan mengejutkan.

“Bahasa yang digunakan pun sangat Bali. Karena banyak ada cerpen walaupun berbahasa Bali, namun agak kaku, seperti diterjemahkan dari Bahasa Indonesia,” kata Sugianto, Senin 22 Februari 2021.

Sementara itu, untuk cerpen peraih juara kedua berjudul Ngempi ka Alas Embid. Cerpen ini berkisah tentang seorang lelaki tua, Pekak Wana yang tanahnya di perbukitan yang rimbun dijual oleh sang anak ke pihak desa adat. Dikarenakan tanah tersebut sudah menjadi milik desa adat, dirinya pun diusir.

Setelah Pekak Wana meninggal, tanah tersebut dibanguni bangunan mewah dan berakibat pada kekeringan panjang. Namun suatu ketika, tiba-tiba hujan lebat yang membuat air bah dan membuat perbukitan tersebut ambrol. Dan cerpen yang meraih juara tiga berjudul Madé Wana lan Klebutan ring Ulun Désa.

Cerpen ini berkisah tentang seorang anak bernama Made Wana yang suka menggambar klebutan (mata air) di hulu desanya. Ia mengaku, setiap menggambar klebutan, haus yang dirasakannya tiba-tiba hilang.Akan tetapi, tiba-tiba ada rencana pembangunan tower di lokasi klebutan tersebut.

Sugianto menyatakan, secara tema cerpen dalam lomba ini kurang bervariasi. Selain itu, ada juga cerpen yang secara tema cukup bagus, namun penggarapannya kurang serius.“Ada juga yang kurang menguasai tema yang diangkatnya,” ungkapnya.

Namun, dari segi jumlah peserta dirinya merasa bahwa hal ini merupakan angin segar bagi perkembangan sastra Bali modern khususnya cerpen.Ia pun berharap peserta lomba ini mau ikut memajukan keberadaan sastra Bali modern di Bali. (*)