Translate

April 29, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

Kenalkan Lingkungan, Belasan Anak Paud Ikuti Lomba Mewarnai di Taman Budaya

DENPASAR-Anak-anak ini masih belia, tetapi jangan ditanya soal kreativitas seninya. Mereka sangat kaya ide dan memiliki berbagai teknik, khususnya dalam mewarnai gambar. Anak-anak ini, tak hanya mewarnai gambar saja, tetapi juga memadukan dengan teknik-teknik lain, sehingga hasilnya sangat indah dan menarik. Kalau mewarnai biasa, maka yang muncul adalah warna aslinya. Tetapi ini beda, mereka mewarnai kuning, namun hasilnya ada warna kuning yang betul-betul kuning, ada kuning mendekati orange, dan ada pula warna kuning yang mendekati merah.

Itulah kreativitas anak-anak setingkat Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) dan Taman Kanak-kanak (TK), ketika menjadi peserta Wimbakara (Lomba) “Ngwarnin” (mewanai) gambar serangkaian Bulan Bahasa Bali ke-5 tahun 2023 di Kalangan Ayodya, Taman Budaya Provinsi Bali, Rabu (15/2). Sedikitnya ada 24 peserta yang menyajikan kelihaian dalam mewarnai gambar nelayan yang memancing ikan di laut. Para peserta juga sangat antosias, sehingga jauh sebelum jadwal mereka sudah hadir lengkap dengan berbagai peralatan lomba.

Dewan Juri, Dr. I Nengah Wirakesuma, M.Sn mengatakan, peserta lomba mewarnai gambar kali ini memang luar biasa. Anak-anak setingkat Paud dan TK memiliki kreativitas yang tak bisa diremehkan. Mereka menunjukan kemampuan yang luar biasa. Buktinya, mereka mampu mewarnai gambar sesuai dengan kriteria panita, bahkan lebih. “Kami sangat bangga, melihat kreativitas anak-anak yang sangat tinggi, dan kami menilai rata-rata cukup tinggi. Mereka juga mewarnai dengan penambahan teknik, sperti teknik kerok dan gradasi,” katanya..

Kreativitas memang menjadi kriteria penilaian terhadap peserta, disamping keindahan dan kerapian. Dalam mewarnai, peserta diberikan kebebasan menggunakan media apa saja, sehingga menimbulkanm efek yang lain. “Ada dari mereka yang memanfaatkan teknik kerok, sehingga menimbulkan warna yang beda. Sebut saja misalnya mewarnai daun pohon dengan warna hijau. Setelah dikerok, ternyata muncul warna kekuning-kuningan dan warna lainnya. Itu kerativitas mereka yang patut diapresiasi,” ujar Dosen Jusrusan Seni Rupa dan Desain, ISI Denpasar ini.

Dirinya beserta dewan juri yang lain, yakni I Gusti Widnyana (Praktisi Desain Grafis) dan I Putu Janottama, S.Sn.,M.Sn (Dosen ISI Denpasar) melihat. anak-anak yang menjadi peserta lomba kali ini memiliki ide dan gagasan untuk membuat warna itu menjadi lebih indah. sebut saja dengan teknik gradasi, mereka membuat dari warna terang ke gelap atau dari gelap ke terang. Anak-anak yang melihat warna dari daun, bunga sangat bervariatif. Terkadang, mereka melihat warna bunga tidak berwarna merah atau hijau, tetapi apa yang mereka lihat dekat, maka itu yang mereka ambil. Warna itu sangat berpengaruh pada apa yang mereka lihat disampingnya,” paparnya.

Topik yang diangkat sesuai dengan tema pelaksanaan Bulan Bahasa Bali ke-5, tentang kebudayaan dan pelestarian lingkungan. Hal itu, sangat berpengaruh kepada anak-anak terutamanya dalam memahami lingkungannya, dimana mereka berada. Misal nelayan memancing yang dibuat dari panitia ini, menjadi fokus perhatian agar para peserta benar-benar memahami, bahwa nelayan memang seperti ini. Ada nelayan, ikan, jukung, pancing, laut, pohon dan apa saja yang ada di lingkungan pantai itu.

Anak-anak tetap focus pada mewarnainya, bukan menambahi dalam bentuk lain. Kalau menambahi bentuk lain, itu mungkin untuk tingkat SD, SMP dan lainnya yang pastinya berbeda. Peserta mewarnai kali ini, juga menunjukan solidaritas, karena yang ada juga peserta, muslim. “Mewarnai ini, untuk putra daerah yang ada di Bali, walau berbeda agama. Karena yang dituntut adalah merasa memiliki kebersamaan dan kebhinekaan. Di dalam Bulan Bahasa Bali ini juga mengajarkan anak-anak merasa memiliki lingkungannya,” imbuhnya.

Dewi dan Ratih, orang tua peserta yang mengantar anak-anaknya lomba mengatakan, lomba mewarnai dalam ajang Bulan Bahasa Bali ini sangat positif yang dapat memberikan kepada anak-anaknya kegiatan mewarnai. Ajang ini juga secara cara mengenalkan anak-anak pada lingkungan sekitarnya, karena mengangkat topik nelayan mencari ikat di laut. Hanya saja, kertas A3 yang digunakan dalam ukuran lebih besar, sehingga anak-anak merasa kecapekan sebelum waktunya. “Untuk peserta anak-anak setingkat Paud, biasanya menggunakan kertas A3, sehingga mood nya pas. Kalau kertas besar ini, baru mewarnai satu jam mereka sudah kehilangan mood. Maka, ada anak yang belum menyelesaikan karyanya, karena sudah jenuh,” papar mereka kompak. (*)