Translate

April 26, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

DISBUD PROV. BALI : ANGRUAT OLEH KOMUNITAS NEXT GENERATION

Alkisah umat manusia merasakan kesedihan dan kegelisahan dikarenakan pandemi COVID-19, dimana virus ini tidak memandang kaum anak- anak, remaja, dewasa dan lansia, semua kena imbasnya. Hal ini menyebabkan manusia menjadi takut, dan seakan dunia menjadi bungkam dan sunyi dikarenakan kehadiran virus yang sangat mematikan ini. Segala upaya sudah dilakukan untuk mengusir COVID-19, namun menemukan hasil yang nihil.

Memang benar di dalam hidup ini hukum sebab akibat itu ada, mungkin ini adalah karma dari perbuatan manusia yang begitu dibutakan oleh kekuasaan. Kali ini tuhan tak lagi menghukum kaum manusia dengan bencana alam yang hebat dan besar, karena manusia tak lagi merasa takut melihat dan mendengar ketika gempa mengguncang, ketika air samudra menerjang, ketika tanah dan gunung ambruk berjatuhan. Manusia kini tak lagi gentar ketika bencana alam satu persatu menghantam bumi.

Cara Tuhan sekarang kini berbeda, untuk membuat manusia sadar bahwa manusia bukanlah siapa-siapa dan bukanlah apa-apa. Cara Tuhan menyadarkan manusia untuk kembali sujud berlutut dibawah kaki, kini bukan lagi dengan mengguncang bumi dengan bencana alam, melainkan sebuah wabah yang tak bisa dilihat dan diraba. Dengan kehadiran pandemi COVID-19, seakan Tuhan mengingatkan dan memberi cobaan kepada umat manusia.

Mengingat pada jaman dahulu di Bali, tepatnya di desa Bona sempat terjadi wabah serupa, tenaga dan kemampuan medis tidak secanggih sekarang, salah satu cara untuk mengusir wabah tersebut, dengan cara meruat mala dengan melakukan suatu persembahan yaitu Tarian Sanghyang Dedari, Sanghyang Jaran, dan kecak, dimana dalam tarian ini mengandung unsur-unsur spiritual sebagai pemujaan kepada Tuhan dan roh leluhur. Keyakinan itu pun menjadi keajaiban yang sangat luar biasa, wabah yang merenggut banyak korban pun menghilang, maka dari itu Tarian Sanghyang termasuk tarian sakral yang menurut keyakinan warga di desa Bona dapat mengusir wabah virus, yang menyimbulkan pengaruh negatif dengan istilah Buthakala.

Dalam situasi pandemi saat ini,  banyaknya korban berjatuhan, kecanggihan kemampuan medis tidak ada apa-apanya, kekuatan pandemi COVID-19 yang sudah menyerang banyak umat manusia di dunia, manusia hanya bisa pasrah dan kembali memohon ampunan kepada Tuhan, semoga cobaan cepat berlalu dan ada hikmah di balik semua ini.

Alkisah umat manusia merasakan kesedihan dan kegelisahan dikarenakan pandemi COVID-19, dimana virus ini tidak memandang kaum anak- anak, remaja, dewasa dan lansia, semua kena imbasnya. Hal ini menyebabkan manusia menjadi takut, dan seakan dunia menjadi bungkam dan sunyi dikarenakan kehadiran virus yang sangat mematikan ini. Segala upaya sudah dilakukan untuk mengusir COVID-19, namun menemukan hasil yang nihil.

Memang benar di dalam hidup ini hukum sebab akibat itu ada, mungkin ini adalah karma dari perbuatan manusia yang begitu dibutakan oleh kekuasaan. Kali ini tuhan tak lagi menghukum kaum manusia dengan bencana alam yang hebat dan besar, karena manusia tak lagi merasa takut melihat dan mendengar ketika gempa mengguncang, ketika air samudra menerjang, ketika tanah dan gunung ambruk berjatuhan. Manusia kini tak lagi gentar ketika bencana alam satu persatu menghantam bumi.

Cara Tuhan sekarang kini berbeda, untuk membuat manusia sadar bahwa manusia bukanlah siapa-siapa dan bukanlah apa-apa. Cara Tuhan menyadarkan manusia untuk kembali sujud berlutut dibawah kaki, kini bukan lagi dengan mengguncang bumi dengan bencana alam, melainkan sebuah wabah yang tak bisa dilihat dan diraba. Dengan kehadiran pandemi COVID-19, seakan Tuhan mengingatkan dan memberi cobaan kepada umat manusia.

Mengingat pada jaman dahulu di Bali, tepatnya di desa Bona sempat terjadi wabah serupa, tenaga dan kemampuan medis tidak secanggih sekarang, salah satu cara untuk mengusir wabah tersebut, dengan cara meruat mala dengan melakukan suatu persembahan yaitu Tarian Sanghyang Dedari, Sanghyang Jaran, dan kecak, dimana dalam tarian ini mengandung unsur-unsur spiritual sebagai pemujaan kepada Tuhan dan roh leluhur. Keyakinan itu pun menjadi keajaiban yang sangat luar biasa, wabah yang merenggut banyak korban pun menghilang, maka dari itu Tarian Sanghyang termasuk tarian sakral yang menurut keyakinan warga di desa Bona dapat mengusir wabah virus, yang menyimbulkan pengaruh negatif dengan istilah Buthakala.

Dalam situasi pandemi saat ini,  banyaknya korban berjatuhan, kecanggihan kemampuan medis tidak ada apa-apanya, kekuatan pandemi COVID-19 yang sudah menyerang banyak umat manusia di dunia, manusia hanya bisa pasrah dan kembali memohon ampunan kepada Tuhan, semoga cobaan cepat berlalu dan ada hikmah di balik semua ini.