Translate

April 25, 2024

Dinas Kebudayaan

Mari Lestarikan Tradisi & Kebudayaan Bali

16 Sanggar Sajikan Sesolahan Seni Sastra Virtual Bulan Bahasa Bali. Tampil Pertama, Sekdut dan UHN Suguhkan Pesan Moral “Men Tiwas Men Sugih”

Pemerintah Provinsi Bali melalui Dinas Kebudayaan Provinsi Bali mempersembahkan  pergelaran atau sesolahan   seni sastra secara virtual. Berbagai tema menarik diangkat para pegiat seni  sastra mewarnai agenda  Bulan Bahasa Bali 2021.

Sebanyak  16 sanggar, kelompok seni, yayasan yang bergerak di bidang seni sastra secara bergiliran menggarap karya seni menyesuaikan tema besar Bulan Bahasa Bali 2021 “Wana Kerthi: Sabdaning Taru Mahottama”.

Menurut Pelaksana Teknis  Bulan Bahasa Bali Made Mahesa Yuma Putra, para sanggar atau kelompok seni tetap mendapat kesempatan manggung meski saat Pandemi Covid-19, namun mereka tampil  secara virtual. Mereka menyajikan garapan yang mengacu  tema besar yaitu Wana Kerthi. Secara konsep para sanggar ini menampilkan garapan yang isianya diangkat dari sumber sumber suci yang sarat makna dan pesan moral. “Menerjemahkan konsep tema tersebut dari berbagai sumber misalnya pustaka lontar, seperti Taru Pramana, Aji Janantaka, terkait Usadha, dan lain-lain, untuk pergelaran ini tidak saja sifatnya menghibur melainkan mampu memberikan pesan atau tuntunan bagi kehidupan masyarakat,” tutur Mahesa saat dikonfirmasi, Kamis (4/2).

Pada Rabu (3/2) petang, agenda sesolahan seni sastra virtual Bulan Bahasa Bali melalui chanel YouTube Disbud Prov.Bali menampilkan garapan seni berjudul “Men Tiwas, Men Sugih” persembahan Sekdut Bali dan Universitas Hindu Negeri (UHN) I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar.

Pesan moral begitu kental dalam garapan yang diangkat dari cerita rakyat itu. Dikisahkan,  Men Sugih yang kikir berulang kali menipu Men Tiwas dengan berbagai cara. Men tiwas yang begitu polos dan baik hati, selalu memaafkan perlakuan Men Sugih yang menindasnya. Suatu ketika, anak Men Tiwas sakit keras, hingga tidak terselamatkan nyawanya. Meskipun diliputi kesedihan yang luar biasa, ia tetap tegar. Dengan Langkah tertatih, karena kenangan bersama anaknya masih kuat membekas, Men Tiwas menuju hutan mencari kayu bakar.

Men Tiwas bertemu seekor kidang (kijang). Binatang berkaki empat itu menyuruh Men Tiwas untuk memasukkan tangan ke pantat menjangan. Dari pantatnya, keluar harta berlimpah. Mengetahui hal itu, Men Sugih berpura-pura ke hutan berharap mendapatkan anugerah itu. Namun naas, kidang tidak memberikannya anugerah, justru menariknya, sehingga terluka dan babak belur.

Garapan yang memadukan unsur teknologi dan aspek seni pertunjukan dalam sebuah “seni virtual” sangat menarik, karena menyajikan berbagai macam unsur seni pertunjukan, seperti: seni teater, tari, music ilustratif, tembang, dan lainnya. “Seni pertunjukan virtual merupakan sebuah alternatif baru dalam sajian seni pertunjukan terkait dengan situasi pandemic Covid-19, yang membatasi ruang gerak dan apresiasi seniman khususnya pertunjukan secara langsung karena menghindari terjadinya kerumunan masa,” kata Sang Sutradara, I Gede Tilem Pastika, S.Sn., M.Sn

Konseps seni pertunjukan ini bukan diaktualisasikan dalam panggung pementasan, tetapi di depan kamera dengan teknik sinematografi. Karya ini divisualisasikan dalam bentuk video, dengan konsep total teater, sehingga dapat memberikan nuansa berbeda dari karya-karya film pendek lainnya. Semua pemain menggunakan Bahasa Bali, serta mengangkat berbagai macam suguhan Paribasa Bali. Disana ada penciptaan Pupuh sesuai dengan rangkaian cerita yang dibawakan. Alur dari karya ini menggunakan alur maju dengan pusat penokohan pada “Men Tiwas dan Men Sugih”.

Menariknya lagi, isi dari cerita yang dibawakan dari karya ini tertuang pada pembagian plot adegan dengan tetap mengacu pada sumber sastra yang diberikan oleh Panitia Bulan Bahasa Bali. Walau demikian, sutradara tampak kreatif dengan memasukan beberapa aspek improvisasi cerita, sehingga garapan ini menjadi sajian yang sangat menarik.

Karya ini didukung oleh 35 orang yang terdiri dari sutradara, aktor, penari, pemusik, kameramen, editor, hingga crew perlengkapan yang merupakan mahasiswa UHN I Gusti Bagus Sugriwa Denpasar dan Anggota Sekdut Bali Performing Arts Community.

Koreografer yakni I Made Wira Ryandika dan Komposer I Wayan Agus Widiastra, S.Sn. tampaknya memiliki imajinasi yang sama, sehingga antara tari dan music iriangan sangat serasi. Iringan music ataupun vocal dan tempang sangat mendukung setiap gerak pemain dan setiap adegan, sehingga menjadi pertunjukan menarik. Dr. Drs. I Wayan Sugita, M.Si selaku Pembina, juga sangat sensitive, sehingga garapan ini menjadi tak hanya menghibur, tetapi juga menyampaikan pesan positif dalam menjalani kehidupan. (*)